31 December 2009

Senyap Gus Dur

luruh ini luruh bangsa
gelap
lelap
sejenak
air mata di jiwa kami
suara lirih dan perih
kau tinggalkan kami bersama sebuah bayang : keadilan yang mulai tertepi

gus, kau kini senyap
namun kami tak ingin berhenti bergerak
kau telah menanam benih kegigihan dalam kami


Jakarta, 31 Desember 2009

26 December 2009

Gelisah

aku membaca gelisah di rautnya
raut tak asing
ia yang selalu menumpuk gelisah bagai bukubuku yang hanya terbaca bagian pengantar
gelisahnya jelas berjejak
ia selalu ingin bersamaku yang tak pernah benarbenar ingin bersamanya

17 December 2009

PEREMPUAN PUNYA!

seberapa lama kau tahu bahwa kami punya payudara
bagi perutperut lapar anakanak manusia!

seberapa lama kau tahu kami punya rahim
yang menjadi tumpangan tumbuh bibit manusia!

seberapa lama kau tahu kami punya jalan lahir
yang mesti dibasuh darah agar bumi ini punya manusia!

seberapa lama kau tahu kami ini punya yang kau ingin punya!

maka beberapa penolakan kami kau sebut emansipasi
maka kau atur konstruksi bagi kami yang siap beraksi
maka kau ciptakan peraturanperaturan bagi hasrat rekreasi
dan kau sebut itu keindahan prokreasi

23 November 2009

KREMES


Aku duduk menikmati lelautan
dan matahari tak datang.
Kremes setengah bulat di tangan kiri.

Kremes cokelat emas.
Manis, sedikit gurih dan... berair?
Kremes diantara telunjuk dan ibu jari.

Ubi parut, gula jawa dan air mata




29 November 2008
(dari buku 100% Dianggap Buku Puisi)

19 November 2009

GAM

(Gerakan Ayo Menulis)
: Taufik Al Mubarak


bebankah bila tak di pundak
sulitkah bila tak bisa tidak
pamit menepi bukan karena sepi
tapi hatimu kembali ke sisi ibu pertiwi
mendulang buah gemilang
dari beliabelia yang tak boleh hilang
ditelan jaman
ditelan kekejaman

kau ajak mabuk katakata
dengan lagu bernada tak buruk
yang penciptanya terpuruk
ditelan bangsa yang hampir berisi tetua-tetua cecunguk
yang sukar menahan birahi terhadap lembar dosa
atau puggukpungguk setengah baya yang merindukan bulan tua
waktu mereka menerima upah lalu membayar hutang

sebelum mereka menua
sebelum mereka setengah baya
kelim rohnya dengan cara menyulam katakata jujur



dini hari 19.11.2009

18 November 2009

Menulis Aku

I.
mengapa rindu yang telah aku ikat erat dalam kotak biru kau bongkar
apa yang kau cari dalam rindu yang telah kusimpan dalam diam
baunya semerbak membuat muak
aku mual bekali-kali
juga karena membayangkan simpulsimpul rasa yang ikut lepas
rasa sesal
rasa kesal
rasa rindu asli !

II.
aku lupa lagu cintacintaan
bukan tak suka
tak hapal !
tak suka menyanyi !

III.
dalam belahabelahan senyap
tegarku mulai lenyap
ditumbangkan
tumbang
bang
ang
ng



18.11.2009

Menulisku Lagi

I.
mengapa rindu yang telah aku ikat erat dalam kotak biru kau bongkar
apa yang kau cari dalam rindu yang telah kusimpan dalam diam
baunya semerbak membuat muak
aku mual bekali-kali
juga karena membayangkan simpulsimpul rasa yang ikut lepas
rasa sesal
rasa kesal
rasa rindu asli !

II.
aku lupa lagu cintacintaan
bukan tak suka
tak hapal !
tak suka menyanyi !

III.
dalam belahabelahan senyap
tegarku mulai lenyap
ditumbangkan
tumbang
bang
ang
ng



18.11.2009

14 November 2009

Pain's Best Friend

: Weni Suryandari




Kamu masih saja meramu
Sedang ku gemetar marah
Mangkuk supku bercampur peluh

Dingin....
Menggigil hingga ke sel
Lalu gemerutuk gigi

Aku berlari membawa nyeri





2009
semoga Mbak Weni diberi kekuatan.....

11 November 2009

Perempuan Sofie


Sofie tak merasa dirinya janda meski ini kedua kalinya ia menjanda.
Bagi Sofie, ia perempuan, hanya itu.


Pagi ini Sofie merasa indah. Mendung abu-abu gelap yang bergayut berat rupanya punya keindahan tersendiri bagi Sofie, mungkin juga bagi semua orang di setengah Jakarta Timur mengingat hujan sudah mengakrabi sebagian besar Jakarta, sementara kata Ipah tukang cucinya, daerah tempat tinggalnya dipawangi agar proyek Banjir Kanal Timur yang tak jauh dari perumahannya tak terganggu hujan dan bisa selesai tepat waktu tahun 2014. Masih 5 tahun lagi, padahal di saat panas dan kering, debu dari mega proyek ini sungguh mengganggu dan menimbulkan kerepotan karena membuat rumah warga beserta isinya begitu cepat berdebu, belum lagi penyakit saluran pernafasan yang ditimbulkannya. Hal penting seperti ini luput dipikirkan oleh para perencana dan pelaksana proyek.

Sofie segera mengusir topik tak menyenangkan itu dari kepalanya. Ia tak mau mengotori keindahan pagi yang mendung itu dengan pikiran yang tak perlu. Ia baru saja melepas si sulung pergi sekolah dan kini baru pukul 6 lewat beberapa menit. Sofie memutuskan segera mengakhiri ritual menikmati mendung yang nampaknya mengandung butir-butir hujan siap tumpah setelah beberapa tetangganya mulai ramai beraktifitas di halaman dan di jalan. Ia tak suka berbasa-basi, sangat tak suka. Bukan tak beretika, tapi Sofie selalu merasa punya masalah memulai pembicaraan karena Sofie bukan pembuka percakapan yang baik. Ciri khas yang dikenal baik orang-orang di sekitarnya hanya senyum dan anggukannya.
Tapi jangan salah, bila Sofie berada di tengah kawan-kawan akrabnya, ia berisik sekali. Lelucuan tak berhenti meluncur, tawa tak pernah lepas sampai pertemuan berakhir dan ia kembali menepi ke dunianya yang ia sunyikan. Ya, Sofie yang selalu menikmati dunia sunyi, yang hanya ia dan sunyi itu sendiri.

Lagu Everything dari Cindy Cruse Ratcliff mengalun hanya pada bait refrain dari telepon genggamnya, tanda sebuah pesan masuk.

Tom : Morning Princess……it’s my time to go sleep, I believe You just began to sleep too, right?

Tom tahu betul kebiasaan Sofie yang kembali tidur setelah melepas anak-anaknya pergi ke sekolah. Ini karena Sofie memang punya pola tidur terbalik dari orang kebanyakan, sedangkan Tom yang tertinggal 4 jam memang terbiasa tidur sekitar pukul 2 setiap hari.

Sofie tersenyum. “Sleep tight……..dream of me, I miss You”, demikian bunyi balasannya.

Sebuah panggilan tak terjawab sekali dering. Itu tanda pengganti untuk kata-kata : “me too”. Senyum Sofie mengembang lagi, terlebih hatinya. Ia tak pernah merasa harus berbunga-bunga, hanya merasa hangat. Mengetahui seseorang beribu-ribu mil darinya tetap menyimpan hatinya untuk Sofie sudah lebih dari cukup.

Tom Samuel pria kelahiran Kerala, India Selatan, yang bekerja dan bermukim di Dubai 2 tahun ini tak pernah ingin dihapuskannya. Tom ada di hatinya, di tempat tersembunyi yang tak pernah bisa ditembus oleh lelaki manapun. Di tempat dimana Sofie tak merasa harus terbayar oleh apapun termasuk cinta. Ia dan Tom saling memiliki hati dengan cara yang luar biasa. Tak pernah terbersit oleh keduanya untuk saling menguasai perasaan yang lainnya. Mereka benar-benar tulus saling membebaskan. Tom yang lebih muda 11 tahun darinya boleh sewaktu-waktu pergi dengan perempuan manapun yang menarik hatinya. Dan Tom juga selalu berbesar hati ketika tiba-tiba Sofie dalam waktu yang panjang tak mengontaknya. Itu berarti sofie sedang bersama seseorang. Seseorang atau siapapun yang ternyata tak akan pernah menyentuh tempat yang secara tak sengaja telah diduduki Tom……


-------------------------------------------

12 September 2007

(ruang chatting yahoo messenger)

Tom : May I call You Princess ?
Sofie : Why ?
Tom : ‘Coz You’re Princess of my heart
Sofie : (rolling on floor laughing)
Tom : Oowh…come on, I’m serious……
Sofie : Just like me Tom, do not make any weird called like that
Tom : Look, I don’t care whether You like it or not, I call You Princess…….and this is the only thing I don’t want to care……’coz having You in my heart makes me care everything about You and It shall stay forever, I promise You……..and one thing You have to know, You don’t have to believe me. I really just want You to know this.


--------------------------------------

Vivi ngambek. Sofie tak bergeming. Ia tak pernah akan memenuhi seluruh permintaan si sulung yang sedang beranjak remaja itu. Di usia Vivi yang 11 tahun, segala sesuatu terasa lebih sulit bagi Sofie tapi ia menikmatinya, menikmati menelusur perkembangan kedua putrinya, Vivid dan Syaza dengan takjub dan kagum. Dua jantung hati dengan beda umur cukup jauh, 6 tahun dan lahir dari dua laki-laki berbeda yang pernah menjadi suaminya. Bagi Sofie, tak penting perceraian-perceraiannya karena dari kedua pernikahannya lahir 2 anugerah yang selalu menjadi penopang tungkai jiwanya yang patah berkali-kali. Ia hidup untuk mereka!

“Ma, kan gak mahal…!” Vivi terus membujuknya.

Memenuhi permintaan Vivi untuk membelikannya telepon genggam baru sungguh sebuah permintaan mewah. Pendapatannya yang hanya bergantung dari menyewakan Kijang Krista pada sebuah perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Timur yang juga harus dipotong biaya perawatan kendaraan yang menjadi tanggung jawab pemilik kendaraan dan lain-lain serta sedikit honor dari kesenangannya menulis tentu membuat membeli sebuah telepon genggam produksi China terbaru seharga 1 juta rupiah bermodel Blackberry terasa begitu mewah.

“Gak bisa Kaaaak…….mama ada duit, tapi tidak untuk beli hape baru, kan kamu masih punya yang bagus!” tegasku.

“Ah mama ah!”
“Mama kenapa?”
“Pelit!”
“gak pelit Kak….” Aku menurunkan nada suaraku, “Kita nabung aja sama-sama deh…..bbeli celengan dan kita nyisihin uang jajan kita untuk itu……gimana Kak?”

Vivi memandangku sebal. “Pake batas waktu ya! Dua bulan gitu….” burunya, “ Kalo udah dua bulan gak cukup, mama yang nambahin….”

Sofie merasa ide Vivi cukup adil, “Tapi kamu nabungnya yang bener….entar mentang-mentang kamu tahu mama mau nambahin sisanya kamu jadi ogah-ogahan nabungnya….”

“Nggak Maaaa…!”

Dan Sofie tahu, Vivi tidak akan mengingkari apa yang dikatakannya. Ia lalu menggelitiki Vivi sampai Vivi berteriak minta ampun dan suaranya memekakkan telinga. Itu tanda sebuah perdebatan antara ibu dan anak usai. Syaza yang sedari mula tak memperdulikan Sofie dan Vivi karena sedang menikmati kartun kesayangannya tergoda ikut-ikut menggelitiki kakaknya. Jadilah pergulatan dua lawan satu yang sangat seru. Semua berakhir dengan tawa terbahak-bahak bercampur kelelahan. Keindahan yang selalu membuat Sofie bahagia.

“Ma, telpon mama nyanyi tuh dari tadi!” Syaza menarik kaosku.

“Tolong ambilin Dek” kataku malas.

Syaza meraih telepon genggamku yang kebetulan berada di dekatnya. Di layarnya nama Eva, seorang pengelola sebuah penerbitan on line menari-nari.

“Iya Mbak…..” kebiasaanku mengawali telepon masuk dengan “iya”.
“Sofie ya?”
“Iya Mbak Eva, aku udah nyimpen nomor Mbak kok sejak dikasih semalem”
“Oh iya ya, tengkyu loh……mau ngomongin yang tempo hari, tentang tawarannya Ari, Arinya Gugus Depan Film…….ternyata Ari itu serius loh Fi….”
“Yang mau dia beli apa Mbaaak……kan itu kumpulan puisi dan sedikit kesaksian aja”
“Ya kisah dibalik penulisan puisi-puisi itu Fi!”
“Hah! Beneran?”
“Iya!”
“Haduh, jadi malu aku Mbak…….kok yo cerita hidupku yang berantakan itu jadi pilem”
“Yo ndak apap-apa toh…….kan ndak mesti orang tahu siapa yang punya cerita aslinya”
“Begitu?”
“Iya! Pikirin kompensasinya loh Fi…..lumayan banget buat tabungan sekolah anak-anakmu kelak”
“Iya ya Mbak…….aduh mau nangis rasanya……..kok ya dari nulis akhirnya aku punya duit segitu ya ndak pernah aku bayangin…….”
“Ikut senang ya Fi…..nanti urusannya biar di kantorku aja. Jangan lupa traktir-traktir yah, hehe…..!”
“Loh, jangankan traktir Mbak……..I decided to share twenty percents to You Mbak”
“Loh, ndak ada begitu-begitu ah Fi, aku beneran njebatanin aja”
“Nggak Mbak, from now on, You are my business manager. And my business manager takes twenty percents from my every writing that You promoted and becomes money”
“Jangan becanda ah!”
“Bener Mbak, aku serius, sangat serius!”
“Kalo begitu aku aja yang traktir bagemana? Kalo nggak, aku ndak bersedia”
“Deal!”

Begitulah, dan hari-hari Sofie lalu kemudian penuh dengan kegiatan berkaitan dengan buku perdananya itu. Bukan benar-benar perdana karena sebelumnya ia juga ikut di beberapa bunga rampai puisi dengan penyair-penyair lain. Ada sekitar tiga buku sebelum ia lalu memutuskan mengeluarkan buku kumpulan puisi-puisinya yang dirangkainya dengan kesaksian dibalik penulisan puisi-puisi itu. Sebuah kesaksian yang bagi Sofie sangat penting. Bahwa menulis puisi telah ikut menjadi pemulih luar biasa bagi hidupnya yang pernah compang camping akibat traumatik sejak masa kanak-kanak. Masa kanak-kanaknya yang penuh pengalaman kekerasan. Kekerasan yang diakrabinya sejak orang tua Sofie memutuskan untuk menitipkannya pada sanga nenek. Nenek yang sangat memanjakannya tapi juga tega menjadikannya pelampiasan temperamennya yang parah. Lalu beranjak dewasa dengan paras sangat menggoda juga menimbulkan siksaan tersendiri bagi Sofia Agustine Perdhana. Ia tak banyak menemui laki-laki tulus dalam hidupnya. Kecerdasannya tak pernah menarik hati laki-laki. Mereka hanya melulu berharap bisa menjamah Sofie yang molek. Dengan siapapun Sofie membangun hubungan romantisme, ia selalu menjadi obyek ketamakan naluri maskulin yang selalu ingin berkuasa dan memenangkan tubuh perempuan. Jadilah Sofie melewati masa-masa berangkat menuju dewasanya dengan berbagai pelecehan. Pelecehan fisik dan pelecehan hati.
Luka Sofie tak juga berhenti di sana. Kedua pernikahannya yang gagal membuat Sofie pernah hancur dan mendebu.
Memunguti hati dan jiwanya yang berserakan tak tentu adalah perjuangan terbesar dalam hidup Sofie. Merekatkannya kembali dalam sebuah Sofie yang baru adalah perjuangannya yang lain. Hingga ia menemukan terapi hebat yang benar-benar ampuh selain terapi medis oleh psikiaternya yang cantik. Ia menemukan keutuhan dirinya ketika berada dalam puisi. Menulis puisi bagi Sofie seperti berenang dalam danau bening hangat yang membersihkan, menyegarkan dan memuaskannya. Kenikmatan menumpahkan kata-kata pada puisi menurutnya melebihi kenikmatan makan coklat susu batangan dengan potongan kacang almond atau bercinta dengan klimaks berkali-kali. Tapi kadang Sofie geli bila harus mengandaikan kenikmatan dan kepuasan menulis puisi seperti kepuasan setelah melakukan aktifitas seks. Ia merasa naïf. Hanya saja memang menulis puisi berjejak nyata, sedang seks tidak. Apalagi dengan buku puisi perdananya yang kemudian menginspirasi seorang produser dari perusahaan film besar untuk mengangkat kisah dibalik penulisan puisi-puisi itu, Sofie bisa menghasilkan sejumlah uang yang cukup besar seperti sekarang. Ia tak lagi mengkhawatirkan masa depan putri-putrinya. Tiga perempat dari pendapatannya ia tanamkan ke asuransi pendidikan sekali bayar untuk kedua putrinya di sebuah jasa asuransi perbankan pada bank BUMN dengan aset terbesar di negeri ini. Bank tempat Sofie pernah bekerja bertahun-tahun sebelum ia memutuskan untuk mengundurkan diri, memilih mengurus kedua jantung hatinya dan menekuni dunia menulis, dunia tempatnya berhutang budi besar.


----------------------------------------

pentingkah berusaha percaya
ketika seorang laki-laki memintaku untuk tak perlu percaya
pentingkah mencintai
ketika seorang lai-laki tidak merasa harus kucintai

yang paling penting ujarnya : kau......



Anak-anak sudah tertidur beberapa jam yang lalu, tetapi Sofie tidak. Pandangannya melekat pada tivi tapi pikiran dan hatinya tidak. Ia merasakan Tom. Ia berbahagia. Tom baru saja meminangnya, bukan untuk menikah, tapi meminang Sofie untuk bersedia mencintainya. Tom, pria pertama sejak perceraiannya yang memahami keinginan Sofie untuk hidup dengan tidak menikah lagi tapi juga tak menampik kehadiran seorang laki-laki.

(ruang chatting yahoo messenger)

Tom : I wish You’re here with me…..
Sofie : Which is impossible….haha!
Tom : So I can tell You directly this important message of my heart ;)
Sofie : Ya? Tell me!
Tom : Promise me You won’t have to feel awful if You didn’t answer me……
Sofie : Well….it depends on what You’ll tell me…..
Tom : Owh Baby…….just promise me that and I’ll tell You
Sofie : Hmm..…it seems so big….
Tom : It’s huge…….all of my life are there…..
Sofie : Woooow….!
Tom : Yes it is…..
Sofie : Tell me! You make me can’t hardly wait!
Tom : Wait for minutes Princess……

Tom tak mengirin pesan lagi untuk beberapa lama. Rentang waktu yang cukup panjang. Sofie gundah. Bila yang akan dikatakan Tom adalah menyangkut seluruh hidupnya, ini berarti hal sangat besar. Apapun itu, cukup membuat Sofie benar-benar cemas karena sepanjang yang ia tahu, Ia dan Tom bukan sepasang manusia yang bisa bertemu secara langsung dengan mudah, yang entah kapan bisa. Sofie dengan pendapatannya yang tak memungkinkan untuk melakukan perjalanan ke luar negeri dan Tom yang baru 4 tahun merintis karir dan bekerja di sebuah perusahaan properti, menjadi Group Leader tim Customer Service di departemen pemasaran. Tom juga adalah anak sulung yang adalah tulang punggung keluarga bagi dua adiknya yang masih memerlukan biaya sekolah dan menghidupi kedua orang tuanya yang sudah sangat tua.

Jadi Sofie tahu pasti ini bukan kejutan seperti yang ia dan Tom impi-impikan selama ini, sebuah pertemuan.

Tom : Princess, are You there?
Sofie : Am waiting……..

-----jeda cukup lama yang kembali menyiksa Sofie-----

Tom : Baby……….I purpose You…..
Sofie : Hah! You’re kidding me!
Tom : Listen to me carefully Baby Princess……. I never asked You for anything, specially anything You do not want. I know and really..really understand that You’ve decided so many decisions in Your life that shaped what You are now………………………………. I just purpose You to………..

-----lagi, jeda yang membuat Sofie tak sabar!-----

BUZZ!

Tom : I purpose You to LOVE me…………..

Dan untuk pertama kali dalam hidup Sofie, ia merapal mantera ajaib yang selama ini hanya menjadi kata-kata penghias dan pemanis baginya. Yang selama ini ia hambur-hamburkan tanpa makna. Yang selama ini bagi laki-laki manapun sulit diucapkannya dengan tulus……

Sofie : I love You Tom, sincerely………


Sofie bahagia. Ia merasa benar-benar bisa mencintai dengan semestinya. Ia merasa perempuan.




Jakarta, 11 November 2009

10 November 2009

Kegembiraan Bermain Hujan Bersama Vitae, Pahlawan Hatiku!




Aku : "Kak, kita jalan aja yok, lewat depan....kan gak banyak pohon kalo lewat depan"
Vitae : "Tapi kan banjir Ma..."
Aku : "Ndak apa-apa Kak, dari pada nanti banjirnya tambah tinggi, terus kita malah gak bisa pulang"
Vitae : "Iya juga ya, yok!"


Pukul 14.00 wib, awan abu-abu gelap menggantung berat. aku dan Vitae, anak sulungku bergegas. Persediaan teh poci rasa vanila dan pembalut harian kami menipis, dan hanya sebuah mini market yang tak jauh dari perumahan kami yang menjualnya.
Mungkin warung Encik, sekitar 7 rumah dari rumahku menjual kedua keparluan itu, tapi tidak teh poci dengan rasa spesifik dan pembalut harian dengan kemasan ekonomis, haha!

Setelah menyelesaikan keperluan kami ditambah sebungkus Chacha susu coklat kesukaan Vitae, kami bermaksud menuntaskan rasa lapar yang sedari pagi belum diakomodir dengan gado-gado Betawi yang mangkal di depan mini market tersebut.
Tak disangka, ternyata ketika kami sedang berada di dalam mini market, hujan mulai turun dan menderas disertai petir yang menyambar-nyambar menakutkan.
Aku dan Vitae kembali masuk mini market dan memutuskan membeli sebuah payung. Ini keputusan penting karena memang kami tidak punya payung sepotongpun di rumah, jadi membeli sebuah payung tidak akan membuatku merasa bersalah karena telah membelanjakan uang untuk hal tak berguna :P

Setelah itu kami mampir menikmati gado-gado Betawi yang sejak dari rumah telah kami impi-impikan, tempatnya memang tak jauh dari rumah, tapi panas yang menyengat selama ini membuat kami enggan meluangkan waktu untuk itu, terlebih lagi gado-gado itu hanya ada di siang hari hinggan pukul tiga atau empat sore.

Selesai makan, kami kembali bingung memikirkan cara pulang terbaik mengingat hujan masih sangat deras dan petir-petir garang masih membuat nyali kami untuk menembusnya ciut.
Menunggu hujan reda di warung gado-gado mungkin agak menyenangkan untukku mengingat beberapa pria berbaju kantor dan berwajah lumayan juga sedang menikmati gado-gado di tempat yang sama.....tapi kesenangan itu tentu tidak dinikmati Vitae, huahahahaaa....!

Hampir dua puluh menit menunggu membuat kami lama-kelamaan bosan semntara hujan tak juga mereda. akhirnya kuusulkan pada Vitae agar memberanikan diri menembur hujan da petir dengan penjelasan panjang lebar mengenai selama kami tidak berjalan di bawah pohon dan ada obyek lebih tinggi, maka ini akan meminimalkan bahaya tersambar petir. Itu bila kami mengambil jalan pulang memutar lewat gerbang utama perumahan, bukan jalan ebelumnya yang lebih pendek lewat gerbang samping yang langsung menembus halaman mini market.
Resikonya adalah, kami berdua tahu bahwa dengan hujan deras lebih dari 15 menit akan membuat gerbang utama perumahan terendam banjir yang cukup lumayan kira-kira selutut orang dewasa.

Benar juga, ketika kami tiba di mulut gerbang perumahan, banjir sudah menghadang. Kami tahu kami harus menembusnya, sementara payung yang tak cukup besar yang kami pakai bersama ini pasti akan menyulitkan kami berjalan bila tetap dalam posisi bersisian. Namun ami tetap melakukannya juga. Menapak banjir perlahan-lahan agar kaki tak terperosok ke lubang-lubang jalan yang akan membuat kami terjengkang jatuh.
Jarak rentan banjir yang harus kami lalui adalh kurang lebih 20 meter. Di pertengahan, aku katakan pada Vitae bahwa mungkin lucu juga bila momen ini diabadikan, dan.............

Hujan deras, petir-petir garang dan banjir tak menyurutkan hasrat narsis kami. Hanya karena akhirnya aku takut karena kami memakai kamera telepon genggam akan merusak fungsi komunikasi maka kami menghentikan kesenangan kami. Setelah itu kami melupakan siapa yang harus berlindung lebih banyak di bawah payung, karena sisa perjalanan kami gembirakan dengan berhujan-hujanan dan tertawa-tawa menikmati bermain hujan tengah hari. Menikmati kaos dan celana pendek batik kami yang basah kuyup dan baru menyelesaikan keriangan itu ketika tiba di rumah karena harus segera membersihkan diri terutama kaki yang terendam banjir yang formulasi volumenya juga dari got-got sekitar perumahan yang meluap. Maklum, kami punya alergi kulit cukup parah meski siang itu segala ketakutan baik kepada petir maupun gatal-gatal alergi tak membuat kami urung bersenang-senang.

Aku tak percaya, aku yang 36 tahun dan Vitae yang 11 tahun baru saja bersama-sama selesai bermain hujan!



Jakarta, 10 November 2009

04 November 2009

Balikpapan #1


apa yang ingin kukenang tentangmu
segalanya

jalanjalan kota yang bertabur bersih
gang menuju gang lainnya
bukitbukit bersemak rumah dan sekolah
jendela laut di sepanjang kota
pekerjapekerja berbahasa Bugis dan Jawa

apa yang ingin kukenang tentangmu
tak ada

kau bukan kenangan ketika aku ingin selalu tetap sejantung




duren sawit-mal ambasador, 01 November 2009

26 October 2009

Killed

Kau katakan padaku kau tak akan membunuhku
Tapi juga kau katakan kau tak akan menyelamatkanku
Aku menjadi tak aku lagi ketika harus berbagi tempat dengan sebagianmu
Dan sebagianku yang lain hanya melulu merinduimu

Aku memilih menjadi bodoh dengan segala kenikmatannya........

19 October 2009

ABUSED


remaja bening jongkok gemetar
air mata tak lagi sekedar merembesi mata
juga merembesi jiwa yang terobek-robek
habis dipukuli
habis ditelanjangi
lalu dipukuli
lalu dilemparkan ke teras
lalu dipukuli lagi
lalu ditinggalkan
lalu pintu dikunci
remaja bening tak berani menggedor
cuma memegangi gagang pintu memohon masuk
demi umurnya yang beranjak
demi buah dadanya yang meranum
demi pinggulnya yang mulai berlekuk
hidupnya begitu mati


dua puluh lima tahun kemudian

mata perempuan itu lembab
hatinya
jiwanya
ia kurang mampu mengenali bentuk-bentuk
terutama bentuk dirinya




Jakarta, 19 Oktober 2009
Jangan pernah merampas harga diri anak2 dengan memukulinya!

24 September 2009

The Miss

bila saja aku dapat melukiskan segalaMU
ingin kusulam rindu ke jantungMU

aku larut dalam syukur

KAU membubuhkan titik

aku garisMU

__________________________________________

if only YOU could be painted straight-up
I want to embroider the miss to YOUR heart

I melt in gratitude.....

YOU put the point
I am the line



Jakarta, 19 Sept 2009

BEBAS

kau berbaring lelah di atas rentang kata-kata
entah itu suka atau mungkin luka
atau sekedar jejak yang yang membatu di kemudian harimu

dan lelahmu yang menungguku hampir sepanjang nafasmu
kau ikat erat-erat di jiwaku seratus sebelas hari lewat

tahukah kau,
aku tak pernah sesak dalamnya
kau telah membebaskan hatiku
untuk menari bersamamu





(hundreds miles away from You, August 12nd 2009)

19 August 2009

Korupsi & Puisi

Suatu Saat, Aku, Kau dan Bekasbekas Kekasihmu



aku sungguh bersalut berahi tanahku
hasrat menyatu sepenuh peluh
menarikan liukliuk ganda bertelanjang dada
sedikit pagutan liar di semakmu yang berbunga resah
atas tanah yang memanas diperas penyandang cukai haram

kau sungguh masih perkasa
meski selesainya kita takut bayibayi tak makan

sungguh kasih, aku ingin membelamu
tapi tegartegar kau merasa bisa berdiri

pembela bagimu adalah permulaan membungkam
bagaimana mungkin katamu,
menyanyikan lagumu dengan bibir seorang kekasih?

-bercinta denganmu sungguh yang terbaik
meski kau begitu sunyi-

benakmu sibuk menyusun pecahanpecahan hidup
yang berserak di rumah bekasbekas kekasih
juga di lumbunglumbung mereka
menitip rindu di pintupintu itu

"bagaimanapun aku pernah dicintai", katamu

sedangkan aku hanya kekasih muda dan miskin
yang kelak kau tahu
akan memilih jalanku
tetap miskin bersamamu
atau kaya dari merampasmu






Jakarta, 1 Agustus 2009

17 August 2009

Agama Perempuan

perempuan setengah baya telanjang mengamati perutnya di cermin
ada gurat-gurat bekas hamil besar di perutnya
ada lemak-lemak mengelompok di sana
ada pusar yang tak lagi berada di tempatnya
dan stiker tubuh elok perempuan muda di sudut kiri atas cermin

tempatnya berkaca kini
juga tempat suami dan anak sulungnya masturbasi

mereka pernah berurusan dengan perutnya
yang satu menari di atas perutnya
yang satu menggeliat di dalam perutnya

tak begitu penting lagi
kepentingannya telah dibeli selembar surat kawin



Jakarta, 17 Agustus 2009

Marhaban Ya Ramadhan

Ini saat aku mesti merundukkan hati dalam-dalam
Menjamah hadirMU di sana
Yang kerap kusunyikan

Ini waktu aku merendahkan kepala segaris lutut yang bertelut
Mengikat cintaMU erat-erat



Jakarta, 17 Agustus 2009

13 August 2009

Bangsat!

gambar dari yudhi.dagdigdug.com

hai rayap
kasian sekali kau
tak tahukah uang lebih mudah kau gerogoti dari pada kayu
yang kau rusak hanya meja menulisku
tidak hasratku untuk tetap menyumpahi kalian dan para bangsat

para bangsat yang telah lebih dulu menggagahi ibu pertiwi dengan kontark-kontrak tanah yang membuat parmin petani penggarap beranak lima tak lagi mampu menyuapkan nasi pada anak-anaknya

para bangsat yang telah membuat andini kehabisan nafas setalah melahirkan si ragil karena rumah sakit-rumah sakit sudah melacurkan diri pada merek internasional

para bangsat yang telah membangun tembok-tembok dengan menyingkirkan rumah mati mbah jupri yang sudah tiga tahun iurannya tak pernah dibayar lagi

para bangsat yang menyumpahi pelacur-pelacur tapi memperlakukan istrinya lebih murah dari para pelacur, yang merasa telah membeli tubuh dan pikiran mereka dengan kwitansi bermerek buku nikah

para bangsat yang sibuk membayar utang pada rentenir negeri dengan bekerja lebih keras mencuri hak rakyat miskin demi kursi-kursimu yang telah empuk dengan sumpahan kami

bangsat!
aku sungguh bangsat yang terlalu peduli!





August 13rd, 2009
dedicated to my great women here!

31 July 2009

TUHAN (foot note from "Ketika Cinta Bertasbih")

lantunan panggilan yang meremas hati
yang lalu membuatku layaknya sajadah dibentang ayatayat

bila saja cintamu seperti pena yang menulis katakata mesra dari kekasihku
maka aku begitu ingin menepuk bahumu dan sunguhsungguh berkata : menikahlah denganku
agar aku dapat memilikimu pagi siang sore dan malam
berjamjam bermenitmenit berdetikdetik
hanya bertalut dirimu yang begitu sungguh




Setiabudi One, Juni 2009

14 June 2009

It Feels Like Magic

Malam itu aku berbincang dengan seorang kawan, Endy. Bukan kawan biasa tapi juga bukan seorang kekasih. Tentu, karena Endy berorientasi seksual bukan pada perempuan, kumanis-maniskan saja istilahnya.
Saat bersama selalu kami habiskan dengan ngopi bersama meski aku selalu memesan teh chamomile atau teh hijau hangat sedang Endy tergila-gila pada latte dengan extra krim; tentu lebih sering Endy yang seorang General Manager sebuah hotel mewah di pusat Jakarta menraktirku karena aku bukan orang yang bisa sering-sering kongkow di tempat-tempat mahal dengan pendapatan seorang penulis pemula.
Kami biasa membicarakan berbagai tema, mulai politik, masalah-masalah gender, sastra, pendidikan, sejarah hingga bertengkar untuk hal-hal tidak penting tentang apa yang dapat kami lihat yang tidak bisa dilihat orang lain, karena kami terlahir dengan bakat unik yang oleh kalangan ahli jiwa disebut indigo.

Hari itu begitu kami sedang membicarakan pemilihan presiden yang baru berlalu. Pembicaraan kami mengenai pemilihan umum selalu dibarengi ngotot hingga urat-urat serasa ingin loncat dari sekujur tubuh kami. Kami punya partai politik jagoan berbeda juga jagoan capres berbeda.
Setelah beberapa saat menyelesaikan debat dengan saling cubit yang bias dipastikan membuat biru, aku tiba-tiba bertanya :

“Ndi, is it true that if I touch someone and feel like something magic happened then he must be my true love?”

Endy menatapku dalam-dalam.

“I thought You found someone? Dari mana kamu dapat ide itu?”

“Who ? That handsome liar ? Owh..please, just answer my question….I watched Sleepless in Seattle last night”

“Owh that film, but You asked a gay for God’s sake”

“Emang kenapa? You’re much older than me, You had married twice also and finally found what You really really need in Your life….but hey, knock..knock…look at me!”

Sekali lagi, Endy menatapku dalam-dalam. Kali ini sambil meraih tangan kiriku.

“Ya, aku melihat seorang perempuan, teman istimewaku yang melulu terluka…”

“Ya…..” kataku lirih, “Tapi aku tak sedang bertanya soal mengapa aku selalu dikalahkan oleh those bastards, I was asking You about……”

“Ya…ya…I’ve heard what You asked ah, cerewet!” sambarnya.

“So?”

“Yes, it feels like magic…..”

Aku terpekur…. Bila benar begitu sungguh, aku belum pernah merasa seperti itu. Aku selalu memiliki standar tertentu yang kurasa sudah cukup rumit. Kurasa bila aku mencintai seseorang dan merasa selalu ingin menjadi lebih baik ketika bersamanya maka cukuplah. Dan standar bakuku ini tak pernah berhasil membuatku menemukan seseorang yang benar-benar menjadi yang selalu aku inginkan : seorang cinta sejati.

Tidak, menurut Endy, itu saja tidak cukup.

“You look so beautiful, You are smart, You are great and You have a very sensitive heart. Hatimu serapuh lapisan es tipis yang sewaktu-waktu dapat retak, pecah berantakan atau mencair atau bahkan membeku hanya dalam hitungan singkat. Untukmu, perlu seseorang yang tah hanya dapat membuatmu merasa dapat melakukan segala hal dengan lebih baik karena sesungguhnya tanpa siapapun kamu bias menjadi lebih baik. Ingat, bukankah setelah perceraianmu kamu justru bisa mengembangkan kemampuan menulismu kan?” Endy memberondongku, “Bila kamu bertemu dengan seseorang yang setiap kamu menyentuhnya selalu terasa seperti sebuah keajaiban plus setiap kamu bersamanya kalian akan selalu merasa segala sesuatu adalah mungkin dan merasa kalian tak perlu menemukan sebuah alasan mengapa kalian harus saling mencintai, that You had someone for real….”

Aku menarik nafas panjang. Sebuah penjelasan singkat yang menusukku begitu dalam. Aku tak pernah menemukan pria yang membuatku merasa sekomplit itu.
Lama aku dan Endy terdiam.

“I need a hug….” kataku begitu pelan.

Endy meraihku perlahan, begitu lembut dan hangat.
Aku luruh dalam pelukan seorang kawan istimewa yang baru saja menyadarkanku tentang hal yamg sebelumnya tqak pernah teripikir olehku, seorang Marcia Satwika, mantan praktisi pemasaran yang kini menyimpan semua blazer dan sepatu hak tinggi untuk menjadi penulis, dan memulainya dengan menulis puisi. Sebuah ketertarikan yang kugeluti sejak aku masih berumur sembilan tahun.
Puisi-puisi cinta yang sungguh menipu. Yang semua kata-katanya indah namun tak seindah nasib percintaan penulisnya. Yang jawabannya baru saja aku temukan malam ini, di Starbucks Grand Indonesia dan oleh seorang gay berumur 46 tahun, berbeda 10 tahun di atasku.

Tiba-tiba aku merasa begitu lelah. Begitu ingin segera pulang dan bertemu kedua putriku yang sedari tadi sudah begitu cerewet dan memenuhi kotak masuk pesan singkat telepon genggamku.

Tiba-tiba juga aku tersadar sesuatu…….. Ya ! aku baru sadar betapa uraian Endy sesungguhnya telah aku alami setiap hari, hampir setiap jam.
Yaitu saat aku menyentuh kedua putriku, aku selalu merasakan keajaiban dan bersama mmereka aku selalu merasa segala sesuatu mungkin.

Aku menyambar wajah Endy, menciumnya dengan penuh semangat, bukan di pipi tapi di bibir ! Tak aku pedulikan wajah-wajah terperangah pengunjung café itu.
Aku bergegas meninggalkan meja kami.

“Bye Endy, I gotta go home now!”

“Hei…hei…aku anter gak?”

“Gak Darling, aku gak mau buang banyak waktu ngikut kamu cari tempat parker. Naik taxi aja!”

Aku terus bergegas meninggalkan Endy yang masih bengong yang pasti sebentar lagi akan menelponku menuntut penjelasan sambil ngomel-ngomel. Tapi aku benar-benar harus bergegas karena tiba-tiba disergap rindu yang begitu kuat dan dalam.

Anak-anakku, tunggu mama yah, jangan tidur dulu…….




Jakarta, 14 Juni 2009
Untuk Vitae & Abby, belahan jiwaku

27 May 2009

BASI

pagi ini di ember cuci besar berisi setengah
peluh seorang perempuan tak bertuan jatuh setetes dan berenang seperti bebek belajar mengejar ikan
dan hiburan baginya melihat peluh lain susul-menyusul berebut jadi bebek muda yang lapar....

lalu sebuah tetes besar yang tak turun dari wajah lagi
melainkan dari pucuk salah satu payudara,
membuyarkan kumpulan bagai bebeknya
seperti layaknya elang

: ini masanya membilas sisa-sisa masturbasi yang tak lagi berpihak pada sensasi lagi
hanya pada aksi




Jakarta, 27 Mei 2009

05 May 2009

KANGEN

aku mengutus diriku untuk memanah angin
agar ketika ia sampai di tempatmu
darahnya yang berceceran menunjukkan jalan padaku


Balikpapan Utara, 1 Mei 2009

04 May 2009

Hari Senggama

mari berpeluh bersamaku
dan akan kutunjukkan padamu
betapa malamnya cinta
betapa paginya rindu
sedang siang dan sore kurendakan di pinggir-pinggir keduanya
agar ada sebuah hari
yang bernama senggama
: taut kita berkali-kali hingga mati sebagai setali



Balikpapan, 04.05.09

16 April 2009

Cerita Cinta

luka
laku
luka
laku
luka
laku
luka
laku
luka
laku
luka
aku


Bontang, 16 April 2009

14 April 2009

Sajak Malam Sebaris Yang Kata-katanya Berceceran di Kamarku

Sewaktu Mata Anak Bungsuku Masih Terentang Lebar-lebar Di Depan TV, Menyimak Kartun Saluran Kabel Yang Tak Berlucu Sama Sekali, Malah Menempelkan Kesal Di Parasku Ketika Kucermati Anakku Tertawa Hingga Matanya Juga Ikut Terbahak-bahak Sementara Waktu Sudah Menunjukkan Pukul Satu Dini Hari Dan Waker-waker Komplek Mulai Memukul Tiang Listrik Depan Rumah Tidak Berkali-kali Lagi



Ini sudah jam kecil Nak !



Bontang, 14 April 2009

09 April 2009

catatan hari ini; percayalah, tak ada yang memenangkan pertengkaran ini !

memekakkan telingamu sungguh-sungguh tak melegakanku
hanya toreh dalam baru dalam bejana jeroanku
yang lalu melintasi pembuluh-pembuluh
menuju sakit tengkuk yang tiba-tiba
dan becek tak jelas di jendela mata
dan banjir yang tak dapat mengalir kemanapun
karena tak ada tempat rendah dalam diri kita
kala murka berkuasa jadi raja
dalam dua hati yang kini saling tak mengenal



bontang, 9 april 2009

Aku Bangun Sepagi Ini Untuk Membeli Hak Aku Yang Telah Membayar Pajak Selalu Sebelum Membeli Susu Dan Bando Anak-anakku

menyontreng foto kau yang mentereng
di balik kaca mata yang menutupi matamu yang jereng
yang bingung membedakan janji untuk konstituen
dan janji membeli mobil mewah untuk simpanan berdada kecil namun berminta besar




hari pemilu, 09.04.09

07 April 2009

Pada Malam

sebuah hati tua memeluk malam dan berbisik padanya : aku percayakan bintang-bintang menyemutimu karena hanya kau yang selalu setia pada gelap

waktu itu hujan menderas dengan begitu bersemangat, lagi bisiknya : padamu, hujan sederas ini membasahi tidak hanya terasku yang tanpa kirai, juga mataku yang mulai luput mengenali bentuk-bentuk

lalu angin mulai bertiup menarikan dahan-dahan, ia berbisik lagi : mengapa segala hiasan rindu itu hanya ada padamu?

(hati tua itu merunduk dalam-dalam dan tak cukup daya untuk berbisik lagi, ia dengki yang begitu sedih.....)




Bontang, 07 April 2009

06 April 2009

Helm

capekcapek kutangkupkan kau yang berat karena begitu standarnya kau pada kepalaku
agar bayangbayang jatuh cinta dari mata lakilaki dari masa kecil yang menghujam mataku tidak menguap dari kepalaku



Bontang, 6 April 2009

28 March 2009

Situ Gintung Yang Tersinggung

Hari Ini Aku Mengetahui Kau Lebih Jauh Lewat Jualan-jualan Media Yang Beramai-ramai Menjelaskan Riasanmu Yang Begitu Menor Yang Membuat Aku Dan Berjuta-juta Penyimak Media Ternganga-nganga



Bibirmu bergincu nyawa dan air mata



Bontang, 27 Maret 2009

25 March 2009

Menemukanmu 2

ketika pembuluh-pembuluh melubang
aku tak dapat menemukan apa-apa
kecualimu




bontang, 25.03.09

24 March 2009

The Eyes (2nd version )

whom was born within such heart
forever thereof long being with you
otherwise drain bathe within your eyes
whom dancing in the bounds of my eyes
be tied in with the splendour of your sigh



(translation by Ana Monica-Aussie)

Puber

(1)
aku terus jengah dan terengah-engah
tiap kali anak laki-laki di sebelahku bertanya pada guru agama
mengapa ia terus mimpi basah sejak aku pindah duduk di sebelahnya
padahal rokku hampir semata kaki
padahal atasanku longgar setengah mati
dan kaos dalam tebal sepanjang hari

(2)
- atau ia tahu aku masturbasi setiap malam lantaran membayangi guru agama setengah baya dengan wajah berminyaknya? -

(3)
bapak Loda, guru agama duda itu
tak berhasil membunuh inginnya untuk tidak onani
sambil membayang sepasang murid kesayangannya
satu-satunya sepasang murid yang duduk sebangku
bersenggama berbagai gaya dengan melenguh-lenguhkan namanya




Balikpapan, 22 Maret 2009

19 March 2009

Kepada Vitae


Bila kakak mama ciumi berkali-kali
Karena mama ingin kakak tahu
Cinta kita tak butuh merasa jauh



Lion JT 0766
Jkt-Bpn, 19.03.09

Yang Jangan Kau Bawa Padaku : Masa Lalu

Saat kenangan berlabuh di tepi ragumu
Ia yang lahir dari lubang-lubang gulam di hati
Hati yang telah lama ditikam masa lalu
Dimana rasamu dan rasanya tak lagi dua kutub yang saling tarik-menarik



Lion JT 0766
Jkt-Bpn, 19.03.09

17 March 2009

Kita

coba amati
betapa rinduku seperti gulungan tisu toilet
yang tiap lembarnya rangkap
dan dari lembar yang satu dengan yang lainnya
tertaut samarsamar
cinta yang baru abuabu
belum tahu akan putih
ataukah akan hitam

(benarkah bijak bila kita menyerahkan luruh utuh pada tempat maupun waktu
sedangkan di loronglorong yang lewat kita telah duduk menjadi murid
dan belajar cermatcermat
bahwa tempat dan waktu bukan sandaran yang tegar bagi sepasang hati
yang tersulam dari rapuh)


jakarta, 17.03.09

14 March 2009

Air Mata yang Mati Pada Hari Tungkaiku Tegak

(1)
kau tahu, semalam air mata menggantung dirinya di bulubulu bermaskara
dan bayangbayang matinya begitu kelabu
seperti senyap yang tidak punya tepi

(2)
di pusaramu, orang banyakbanyak hadir
terhenyak
bunga berbagaibagai warna tumbuh elok di gunduk merahmu!

Tembang Rasa

begitu hebatnya katakatamu
bak mata bor yang menemukan sumbernya
hingga mampu menembus mataku dalamdalam
menyemburkan segala air yang ada lewatnya
menderas seperti bah
dan bersama kita menyepakatinya sebagai tambang rasa
rasa menang bagimu
rasa kalah bagiku



jakarta, 14.03.09
(still can't slep during the exploration.......)

Tanpa Gemetar

aku dipeluk dingin yang senyap
yang mengigilkan setiapku tanpa gemetar


duren sawit, 14.03.09

12 March 2009

Mantra

bilakah bulan jatuh
atau bintang pulang utuh-utuh
dan pusara mu yang tak penuh
oleh begitu banyak keluh
yaitu ketika langit luluh patuh

Jakarta, 12.03.09

11 March 2009

eyes that greet

eyes that greet
(mata yang bersedih)



I want to quickly pass the night
that morning to meet soon
when solar power over the dark
to all corners of yours
so I can see you clearly
also the path of your tears
that formed a long trail
from heart to eyes
from eyes to your chin
then to my eyes as well



(aku ingin malam cepat berlalu
agar pagi segera menjemput
dan matahari berkuasa atas gelap
hingga ke segala sudut milikmu
agar wajahmu dapat kulihat dengan jelas
juga bekas air matamu
yang membentuk jejak panjang
dari hati ke matamu
dari matamu ke dagumu
lalu ke mataku jua)




jakarta, 11 maret 2009

Jealousy



how are you this day my beach
you are so silent
coconut trees also do not flow
lazy waves of race
voices do not speak
I lie here on sand
represent the heart of the split
between you and my fisherman husband

(do you know, so when you still like this, my fisherman husband will sail long in the ocean, flirt with the body of the sea that I should not be jealous because she is your sister)


(2)
I like wet bath
intercourse earlier in very wet
we lie in breathless
on the limit beetween the sand and waves


(3)
you are so jealousy lover my beach
you know the yellow boat that come with dusk orange will bring my fisherman husband who'll in a few hours of making love with me
(and suddenly you lost your silent)
few times you try to sinking him in almost coast lips if I do not just stand there

never mind my love....
I am only with him a while before he returned to the sea,
to your beautiful sister
you need not roar like that inflammation


(4)
if the fisherman husband is not home
when he decided to choose sea, your beautiful sister
then each day we will always be together
I will be with you at all times
the time which well named, and which does not
tears is is my hide
because of the fishing village thought I waited for the fisherman husband who never returned...

and when that happens
allow me to cry forever
when I and you,

become us






Jakarta, 11 March 2009
for my parents 37th anniversary

Aku Dan Kau (Pantaiku) Dan Suami Nelayanku (Dan Laut Saudarimu)


(1)
apa kabarmu hari ini pantaiku
kau begitu diam
nyiurnyiur tak melambai
ombak malas sekali berlomba
bebunyian lain juga tak berkatakata
aku di sini berbaring di pasirmu
memainkan hati yang memang terbelah
antaramu
dan suami nelayanku

(tahukan kau, ketika kau begitu diam seperti ini, maka suami nelayanku akan berlamalama di lautan, bercumbu dengan tubuh lautan yang pernah boleh kucemburui)


(2)
aku basah seperti mandi
persetubuhan tadi membungkusku kuyupkuyup
tergolek bersama sengalsengal nafas kita
di batas pasir dan ombak


(3)
kau begitu pencemburu pantaiku
kau tahu perahu kuning yang datang bersama petang jingga
membawa ia yang akan meniduriku beberapa jam lagi
tibatiba diammu hilang
beberapa kali kau coba menggulungnya di hampir bibir pantai bila saja aku tak berdiri di sana
sudahlah....aku hanya bersamanya sejenak sebelum ia kembali ke laut, saudarimu yang molek
tak perlu kau meraung radang seperti itu


(4)
jikapun suatu hari suami nelayanku tak pulang
ketika diputuskannya memilih saudari molekmu
maka setiap hari kita akan selalu bersama
aku akan berada bersamamu di segala waktu
baik yang bernama, maupun yang tidak
air mata gelak dan golak cinta adalah penyamaranku
karena tentu sedesa nelayan menyangka aku menanti suami nelayan yang tak kunjung pulang
dan bila itu terjadi
ijinkan aku menangis selamanya
ketika aku
dan kau pantaiku

adalah kita






jakarta, 11 maret 2009
kupersembahkan bagi ulang tahun pernikahan orabg tuaku ke-37

10 March 2009

Eyes Talking

what was born from the heart
always want with you on
or how to swim in your eyes
those dance in mine
with your beautiful moan accompaniment



yang dilahirkan dari hati
selalu tentang ingin bersamamu
atau bagaimana berenang dalam matamu
yang menari-nari dalam mataku
beserta iringan cantik rintihmu



jakarta, 10 maret 2009
dedicated to G, thank U !

The Sky


I am not the sun
also not the moon
or even stars

I am the sky
which provides a place for you

06 March 2009

jala


bila malam itu kau lepaskan saja apa yang telah sepakat kita rangkai

maka tidak perlu kau menebar genang beningmu layaknya jala

karena lagi-lagi aku yang terjaring!

jakarta, 06 maret 2009, setelah salah paham itu......

foto dari ustazazhar.fotopages.com/ ?&page=1

05 March 2009

Abdul Hadi, Monumen Kesekian Kali

Lima hari lalu ke-38 pimpinan partai mendeklarasikan gerakan anti korupsi bersama-sama KPK. Sementara beberapa hari belakangan ini kita disuguhi berita tertangkapnya Abdul Hadi, anggota dewan perwakilan rakyat "terhormat" dari Partai Amanat Nasional (PAN) dalam kasus korupsi dengan nilai yang aduhai. Banyak pengamat menilai bahwa kecenderungan DPR menjadi lembaga terkorup adalah akibat wewenang berlebih yang dimiliki DPR yang kini juga bisa ikut campur tangan dalam penentuan keputusan terhadap proyek-proyek strategis beranggaran fantastis. Wajah lembaga DPR sebagai lembaga wakil rakyat kini benar-benar tercoreng dan dan ternista oleh anggota-anggotanya yang menurut hemat saya adalah kader-kader partai yang telah gagal menjadi kader yang baik, bersih dan berintegritas, atau sebaliknya. Partai yang telah gagal mendidik asuhannya menjadi kader partai yang mampu dan mau membawa nama baik partai yang selalu katanya lahir dari kebutuhan rakyat.

Rakyat, rakyat yang mana ?

Rakyat letih ditunggangi kehormatan dan haknya oleh pencuri-pencuri yang terlanjur duduk di kursi anggota DPR. Rakyat lelah diperkosa dan dianiaya suaranya oleh calon-calon legislatif yang kini sibuk les vokal demi bernyanyi merdu di pentas-pentas kampanye, lalu setelah terpilih, lebih memilih mencuri dari rakyat dan memperkaya diri dan memiskinkan kepercayaan rakyat.

Kenyataan-kenyataan menyakitkan tentang bobroknya lembaga yang seharusnya menjadi corong suara rakyat ini tentu membunuh keyakinan banyak pihak, terutama calon pemilih tanggal 9 April nanti. Akan semakin banyak golongan abu-abu yang enggan menggunakan haknya sebagai pemilih (saya enggan menyebut golongan putih karena putih saya anggap simbolisasi kesucian dan golput bukan pilihan suci meskipun juga tidak salah).

Lagi-lagi ini juga soal penegakan hukum yang lemah dan tidak menimbulkan efek jera. Penjara hanya akan memenjarakan fisik para koruptor, halo..halo...bagaimana dengan mental yang terlanjur rusak ? 

Jadi, alih-alih menumpuk luka rakyat yang akhirnya menjadi manifestasi ketidakpercayaan yang sangat dalam dan melahirkan golongan-golongan abu-abu baru dalam jumlah yang lebih besar, kenapa tidak melahirkan produk hukum baru yang lebih tegas seperti hukuman mati misalnya. Karena sekali lagi, memenjara fisik tidak akan menurunkan minat para koruptor untuk berhenti berkarya, bahkan dengan cara yang lebih kreatif dan inovatif, sendiri-sendiri atau berjamaah.
Mata rantai kerusakan ini benar-benar harus diputus dengan segera dan dengan kampak hukum yang lebih besar dan tajam.

Sungguh, tulisan ini bukan untuk mendorong setiap kita menjadi bagian dari golongan abu-abu, karena saya masih percaya pada proses demokrasi bernama pemilu, percaya masih ada kader-kader bangsa berniat mulia, yang benar-benar punya tujuan memenangkan kepentingan rakyat bukan pribadi atau golongan, bukan berniat mencuri dari setiap rupiah pajak yang susah payah rakyat bayarkan bahkan sebelum menikmatinya untuk kepentingannya sendiri (fasilitas umum yang bersih dan cukup atau pendidikan yang merata dengan kwalitas prima misalnya).

Yah, cukup melukai memang ketika lagi-lagi tertikam monumen bobroknya moral anggota dewan terhormat. Tapi sikapilah kenyataan ini dengan sikap mental lebih baik, bekerja dan berbuatlah lebih giat bagi bangsa dengan semangat melahirkan perubahan ke arah yang lebih baik karena setiap kita punya tanggung jawab untuk itu. Tanggung jawab anak bangsa yang tidak boleh terbunuh segelintir orang yang rasa malu dan integritasnya telah hanyut terbawa arus kuat kezaliman dan kemelaratan moral. Jangan, jangan terbunuh sisi-sisi baik kita oleh mereka. Hidupkan dan terus ikat kuat semangat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa besar dan terhormat, jangan lupa topang juga dengan doa, agar Tuhan juga jadi bagian penting bagi proses pemulihan bangsa.

Saya percaya dan akan terus begitu. Tuhan memberkati !

04 March 2009

kusir-kusir; baca : anggota dewan terhormat yang mencalonkan diri lagi dengan dana juga dari pajak yang aku bayarkan sebelum aku membeli susu anakku

kusir-kusir adu cepat
ingin melesat sesegera
siapa cepat ia dapat
tapi lupa bila juga cepat penat

kusir-kusir adu cepat
lupa hakekat menumpangkan
sementara kursi andong kosong dan ompong
dan kalian bilang bawa penumpang

kusir-kusir adu cepat
kami menyaksikan menjadi sembab

betapa cukai yang kami bayarkan
jadi taruhan judi lomba nyanyimu
juga adu cepatmu

02 March 2009

kelaparan

bila tuan dan antek-antek tuan mengerti

kami tak makan hari ini

bukan mengurangi lemak

karena toh tinggal tulang

dan begitu ingin berpulang



duren sawit, 02.03.2009

Angel's Painting

Malaikat melukis langit.
Meletak bunga dan gunung.
Menyemat katak dan sungai.
Menggambar pelangi coklat dan abu-abu....

Malaikat melukis langit.
Bebek dan tokek beriring.
Rumput dan lumut bersisian.
Sarang dan ladang tidur bersama.

Malaikat melukis langit.
Tak gulam namun kelam.
Dan heran yang menganga mual.....


Benda langit dan tiruan daratan.
Berdesakan.





19.21
Jakarta

suatu hari, aku berumur dua ratus enam belas tahun

Hari itu benar-benar tak cerah,
mendung menggantung di atas pohon mangga.
Setidaknya itu katamu, mama.
Dari suara paraumu, aku juga tahu, mendung menggantung di batinmu dan hujan sudah turun hingga tenggorokanmu.

Kau keluhkan dengan tersedu-sedu tentang papa yang melulu berkemah di tempat kerja ketimbang membelanjakan bubur menado tujuh ribu perak....,
mengeluhkan papa yang meski kau kumat asma tak menawarimu ke dokter; meski kutahu 37 tahun menikah papa memang tak pernah menawarimu ke dokter; karena ia selalu memaksamu.

Sambil melipat rapi-rapi perasaanku kuminta mama berpanjang-panjang sabar dan tak putus menghunus doa.

Di ujung telepon di balikpapan, mama terdengar tak gemetar lagi.
Keluhnya mereda dan mengenai anak-anakku adalah pertanyanmu selanjutnya.

Empat puluh tiga menit total kita bicara.
Dan cintamu serta cintaku menjadi yang kembali berdiam di kota masing-masing.

Mama,
tahukah,
setelah telepon itu,
tiba-tiba aku merasa berumur seratus delapan,
dua kali lipat umurmu,
membayang apa yang kau rasa kini,
membayang apa yang akan kurasa sembilan belas tahun lagi.....

Tidak,
aku merasa berumur dua ratus enam belas tahun saat ini.
Saat aku tiba-tiba mengerti,
bagaimana sebuah rasa,
ketika menjadi mamaku,
ketika nanti menjadi seumurnya,
ketika harus menjadimu dan membesarkan vitae,
ketika harus menjadimu dan membesarkan abigail,
ketika harus mdnjadimu tanpa seorangpun untuk kuharap tak berkemah di tempat kerjanya,
tanpa seseorangpun yang tak menawariku ke dokter tapi memaksaku.....

Papa,
sembilan belas tahun lagi,
aku berharap ada seorang sepertimu yang dalam kemah kerjanya berharap dapat sesegera mungkin pulang untuk memaksaku pergi ke dokter,
seorang sepertimu yang tiga jam lalu mengirim pesan singkat padaku :

in, jangan sedih dan khawatir, mama akan baik-baik saja bersama papa, peluk-cium, papa.

(dan itu membuatku kembali merasa berumur tiga puluh enam tahun)




Duren Sawit, Januari 2009
i love you mama, i love you pap

katakata

hari ini seperti harihari belakangan ini

kamu tusukkan katakata baru yang makin membunuhku

menghilangkan aku sebagai katakata

menghilangkanmu sebagai katakata

lalu seberapa mungkin kita bukan katakata lagi?

01 March 2009

aku dan (dulu) perempuanku


perempuan hitam menenung lamun
pasar hati sepi sekali
dan senyum setali

siluet raut pecah berpendar
lalu menebar menjadi perasaan
tertikam antara waktu dan tempat

kapan-kapan katamu,
kita bertemu lagi
berbincang diam-diam
saling bertaut dan mengerti
bahwa saat mati kita tak mungkin sepeti




jakarta, 01 maret 2009
to memorize...........

25 February 2009

Pagi Yang Sesiang Ini

pagi yang sesiang ini
kata-kata kukumpulkan dalam satu kantong

sebagai talinya
adalah rindu yang terikat kuat-kuat

23 February 2009

Waktu

I
ketika duka jadi kembang bagi debu yang berjatuhan di tanah pagi ini
berapa banyak suka yang lalu meranting bersama jingganya waktu kita
yang kita kemas lekas-lekas menjadi banyak tanya yang tak pernah selesai
terlalu cepatkah
atau terlalu lamatkah
bagi bayang-bayang yang kita mintakan restunya semalam
ia tidak berkata apa-apa selain bayang itu sendiri
kehitaman yang selalu diam-diam tersulam pada kita
melunglaikah waktu?
tidak.

II.
ketika aku merentang jariku luas-luas
bulan tak dapt kugenggam juga
tapi waktu
meski telah kurentang diriku seluas-luasnya
aku tak pernah bisa memelukmu
karena kau hanya bersedia bercumbu
lalu berlalu dan membiarkanku menginginkannya lagi

Duren sawit, 23 februari 2009

10 February 2009

telepon genggam

mengapa kau begitu gundah telepon genggamku?
adakah aku meminggirkanmu untuk hal lain?
atau hanya menggeletakkanmu tanpa memandangimu dengan kagum?
pantaskah kau merajukiku?
menjadi sunyi tanpa kutahu mengapa?
mengancing deringmu rapat-rapat,
mengunci getarmu senyap-senyap,
memelukku dalam lenyap,
mendekapku dalam degup ramai yang demam.

hingga sesiang ini,
meski tampak subuh sesubuh-subuhnya
karena musim belum berganti kemarau kering,
cuma mendung gemuk yang siap hujan hingga ke mata hati dan banjir hingga ke mata kaki,

tetap kau tak bergeming mengantar namanya
agar diriku tak lebam-lebam
harus mengerti ia tak menyimpan angka-angkaku lagi,
atau huruf-hurufku lagi,
atau hatiku lagi,
atau buku puisi penyair yang kukagumi,
atau pesan-pesanku lagi
atau dia lupa bagaimana menarikan jari-jarinya
sebagai ritual yang kuminta bila hendak menalikan perasaannya pada apa yang kurasa lewat suara atau teks pesan singkat.

kau begitu tenang sedangkanku tidak

dalam lima kali duapuluh empat jam kau mengajarku bagaimana merdeka
bagaimana membangkitkan pilihan
mengajarku bahwa hari-hari yang kusebut sulit,
adalah hanya hari-hari biasa,
yang sama-sama kita rapihkan menjadi meja kerja yang menyimpan semua pada tempatnya dan waktunya

sebagai hanya sebuah telepon genggam,
kau tak sekedar hanya,
kau juga adalah sebuah juga.





*jakarta sesiang gelap ini, hari ke sepuluh bulan febuari dua ribu sembilan*

27 January 2009

ketika aku tak mesti memberi alasan mengapa mencintaimu Share

hujan deras sekali di luar
jatuh dengan suara kuat-kuat
namun tidak pernah akan sederas hujan yang jatuh banyak-banyak dari mataku ketika aku jujurkan mulutku untuk mengaku bahwa aku tak mesti memiliki sebuah alasan untuk mencintaimu




jakarta, 27 Januari 2009
(penyakit menular yg aku tak ingin sembuh, thank's to Joe n Fay!)

16 January 2009

Aku Ingin

Aku Ingin
Saturday, January 17, 2009 at 10:07am | Edit Note | Delete



Aku ingin menyulam bambu menjadi sebuah syal,
agar saat kupakai, kepalaku dapat tegak ketika membalas tatapmu.

Aku ingin merajut rotan menjadi hati,
agar isinya tegar ketika kau tak lagi ingin menatapku.

Aku ingin menjahit jiwaku pada jiwamu,

saat ini hanya mengenakanmu membuatku hangat.



Lion JT 021 Denpasar-Jakarta
16 Januari 2009

Menemukanmu

Menemukanmu
Friday, January 16, 2009 at 1:57pm

Aku menemukanmu seperti seekor burung yang menemukan dahannya

(tempat menyulam sarang,
tempat melafal kicau,
yang rantingnya dipenuhi embun yang jatuh muda menemui daunnya)

Seperti seorang penari yang menerima selendang pertamanya
(yang warnanya putih gading,
sehingga tak takut terlalu cepat menjadi tak putih lagi,
atau tak terlalu takut cepat menjadi coklat)

dan bila menemukanmu harus tidak aku umpamakan sebagai sebuah 'seperti',
maka 'menemukanmu' adalah kata cinta terbaik hari ini.

15 January 2009

Dentum

Dentum



Dentum Pertama,
Kuasmakan keterkejutanku pada bumi
Pada rumah paman dan bibiku yang terhentak

Di dentum kedua,
Kuasmakan keherananku pada udara
pada rumah-rumah suci yang bergetar

Di dentum ketiga,
Kuasmakan kebesaranMU
Pada RUMAHMU,
yang kuketuk dengan lolon pilu para manula
para orang tua
remaja-remaja
anak-anak
balita-balita
bayi-bayi

Di dentum ke-empat
Adalah suara debam gerbangMU,
yang KAU tutup bagi mereka yang telah mengirim kami kemari


Pantai Karang Sanur, 15 Januari 2009

10 January 2009

Bagimu, Baginya Dan Bagiku

bagimu, meski aneh untukku,

adalah bulan yang kita bagi bersama dari dua belahan dunia yang berbeda

baginya, meski aku jengah mendengarnya,
adalah sinar hidup yang berpendar & pecah menjadi sinar-sinar kecil bewarna-warni dan mengeliri setiapmu

bagiku, meski keduanya yang darimu dan darinya adalah bersinar, tetap membutuhkan ruang gelap untuk bisa melihatnya



Jakarta, 10 Januari 2009