06 May 2011

Solidaritas Dua Arah

MEDIO Februari yang lalu saya berkesempatan melakukan pendampingan aktif ke sebuah rumah tampung dan rehabilitasi pecandu zat adiktif yang juga sekaligus pengidap HIV/AIDS di bilangan Cibubur Jawa Barat. Setelah hampir dua bulan dan karena makin akrab dengan para pengelolanya saya mendapat informasi bahwa selain seorang mantan pejabat yang berbaik hati menghibahkan salah satu rumahnya untuk menjadi rumah tampung bagi kurang lebih 30 puluh adik yang kami dampingi, terselenggaranya rumah rehabilitasi tersebut juga atas pembiayaan pemerintah dan beberapa organisasi asing yang program-program bantuan ke negara-negara berkembangnya mengandalkan dana dari pemerintah negaranya, salah satunya Kanada.
Perihal pembicaraan di antara kami para pendamping dan pengelola rumah rehabilitasi sebenarnya tak benar-benar membicarakan persoalan dari mana bantuan berasal, yang menairik perhatian adalah saat saya menangkap hal yang hampir sama dengan yang pernah saya rekam dalam sebuah pembicaraan saat tahun lalu saya bekerja mendampingi seorang pekerja dari sebuah lembaga bantuan asing yang juga menyampaikan hal yang nyaris sama. Lebih tepat "tantangan" yang sama.
 
Salah seorang pengelola mengeluhkan semacam "peringatan" halus dari salah satu organisasi tersebut, kebetulan dari Kanada, tentang kemungkinan dikuranginya jumlah atau bahkan pemberhentian pendanaan dari pemerintahan Kanada karena regulasi pemerintah yang kini memimpin memang tidak "ramah" pada program-program bantuan ke negara-negara berkembang seperti Indonesia mengingat pimpinan pemerintahan yang kini berkuasa hampir mirip dengan diktator yang tak berpihak pada isu-isu kemanusiaan.
 
JUJUR saya bukan pengamat, mengerti atau mencermati kegiatan politik luar negeri. Jangankan luar negeri, dalam negeri pun saya malas mencermatinya apalagi luar negeri apalagi secara khusus negara tertentu, namun menarik dan menggoda saya untuk menuliskan sesuatu dari apa yang saya dengar meskipun itu hanya potongan-potongan informasi yang saya coba rangkai menjadi sebuah catatan sederhana.
 
 
STEPHEN HARPER, pemimpin Kanada kini, adalah salah seorang pendiri Partai Reformasi yang kemudian setelah pemimpinnya digulingkan tahun 2002 kemudian berubah menjadi Aliansi Kanada lalu bergabung dengan Partai Konservatif Progresif dan membentuk Partai Konservatif Kanada. Harper terpilih seagai pemimpin pertama partai yang baru itu pada Maret 2004 lalu memimpin Partai Konservatif untuk membentuk sebuah pemerintahan minoritas dalam pemilu federal Januari 2006.
 
Beberapa bulan terakhir, Harper adalah sosok yang menuai banyak kecaman akibat hampir semua kebijakannya dianggap mencederai rasa keadilan sebagian rakyat Kanada. Harper disamakan dengan diktator akibat cara-caranya menguasai hampir lini-lini strategis dengan cara pengawasan penuh langsung yang dirasa tidak terbuka dan kurang demokratis.
Harper yang sangat "sayap kanan" ini juga dinilai tidak peka pada isu lingkungan hidup dan perubahan iklim ekstrim karena dekat dengan kaum pengusaha pertambangan yang konon menjadi pendana utama partainya.
Tidak pekanya Harper terhadap isu-isu sosial menyangkut kemanusiaan membuat Harper tidak populer di kalangan lembaga swadaya masyarakat Kanada. Ketidakpekaannya secartercermin pada program-progam CIDA (Canadian International Development Agency) atau Badan Pembangunan Internasional Kanada yang memiliki misi utama mendukung upaya internasional untuk membantu orang yang hidup dalam kemiskinan. 
Bocoran dari seorang kawan, kini pendanaan CIDA untuk seluruh programnya di hampir seluruh dunia mulai mengalami semacam "penyempitan" cukup serius akibat kebijakan pemerintahan Harper yang secara nyata makin lama makin tak berpihak pada isu-isu kemanusiaan. Wah !
 
SAYA kembali lagi pada pembicaraan dengan pengelola rumah rehabilitasi yang hampir mirip keluhan seorang pekerja lembaga bantuan internasional asal kanada yang saya sampaikan di awal tulisan ini.
Keduanya mengutarakan kegelisahan yang sama perihal bantuan yang mulai terancam alirannya, efek tak langsung dari kebijakan pemerintahan Harper yang disebut-sebut sebagai pemimpin diktator Kanada pertama.
 
 
SENIN, 2 Mei yang lalu Kanada mengadakan pemilihan umum yang dimenangkan oleh Partai Konservatif pimpinan Perdana Menteri Stephen Harper. Harper unggul berkat kampanye yang mengangkat perosoalan ekonomi yang memang pernah membuatnya sempat populer saat berhasil membawa Kanada melewati masa kesulitan ekonomi global sekitar tahun 2008-2009.
Harper akan kembali memimpin Kanada untuk empat tahun ke depan. Mungkin kegelisahan saya tidak sama dengan kegelisahan sebagian rakyat Kanada yang merasa dipimpin seorang diktator namun juga cemas dengan situasi ekonomi global yang labil sehingga mendorong mereka melakukan keputusan sulit saat berada dalam bilik pemilihan.
Kegelisahan saya lebih pada implikasi akibat tak langsung memimpinnya kembali Harper terhadap bantuan negara Kanada terhadap program-program kemanusiaan internasional, tentu khususnya ke Indonesia.
 
ALASAN saya sederhana, setelah apa yang beberapa pihak usahakan untuk membantu dan ikut peduli pada Indonesia, apakah kita juga cukup punya sedikit saja ruang dalam hati untuk turut merasakan apa yang beberpa kawan di luar sana rasakan menyangkut perkembangan dan kegiatan politik di negaranya ?
Saya menyebutnya Solidaritas Dua Arah  :)
 
 
 
Jakarta, 6 Mei 2011