30 December 2011

WHAT IF


From Letter to Juliet (the movie)


what and if......are two words as non threatening as words can be
but put them together side by side and they have the power to haunt you for the rest of your life

what if....what if....what if....
I don't know how your story ended
but if what you felt then was true love
then its never too late
if it was true then, why wouldn't it be true now ?
you need only the courage
to follow your heart
I don't know what a love like Juliet's feels like
a love to leave loved ones for
a love to cross oceans for,
but i'd like to believe
if I ever were to feel it,
that i'd have the courage to seize it

…................

and Claire, if you didn't
I hope one day that you will
.....................

(I do hope so......)

26 December 2011

Kekerasan oleh Media dari Sudut Pandang Penyintas Kekerasan Seksual


Dari Materi Pelatihan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia - Medan 3 Desember 2011
(oleh Helga Worotitjan - Medan, 2 Des 2011)



  1. Simulasi
  2. Testimoni
  3. Kekerasan Seksual
  4. Meliput & Menayangkan Tentang Penyintas

  1. Simulasi Umur (metode pengantar pelatihan)
Plan A
  • Mengelompokkan peserta yang memiliki anak/keponakan/adik/istri/ berumur 5/8/24
  • Menanyakan : kegiatan anak/ponakan untuk kelompok 5/8.
  • Menanyakan kgiatang-kegiatan menyenangkan untuk kelompok 24.
  • BANG !!!
Plan B
  • Hanya BANG pada kelompok umur 5/8

  1. Testimoni
  • Peristiwa 5 tahun, 8 tahun & 24 tahun
  • Beda korban & penyintas : KORBAN obyek kejahatan yang masih berada dalam kondisi pasca trauma dan tidak/belum berfungsi secara sosial (belajar, bekerja, hubungan sosial, hubungan emosi dll), sedangkan PENYINTAS adalah korban kejahatan yang sudah melewati masa-masa teberat setelah kejadian, berfungsi secara sosial & berusaha berfungsi secara emosi.

  1. Kekerasan Seksual (dari sudut pandang penyintas)
Berdasarkan pengalaman sebagai penyintas kekerasan seksual dan pengalaman pendampingan korban dan penyintas, -Helga Worotitjan- : Seluruh tindakan pendekatan dan penyerangan dengan menggunakan seks sebagai alat/senjata, yang menimbulkan rasa tidak nyaman, terancam, trauma, kerusakan fisik jangka pendek/panjang & kerusakan psikis jangka panjang.

Pendekatan seksual :
  • Manipulasi (berhubungan dengan relasi kekuasaan yang tak setara, baik emosi, ekonomi maupun kekuasaan) dan
  • Pelecehan (pandangan, verbal &; perbuatan).

Penyerangan seksual : Pencabulan & Pemerkosaan.


* Gejala pasca kekerasan seksual pada KORBAN :
1. Ingatan berulang.
2. Tidak mampu menunjukkan ekspresi dari situasi perasaan yang sedang dirasakan/dialami namun
3. MUDAH marah dan menangis tanpa sebab pasti hanya dengan terpicu sebab sederhana.
4. Menghindari tempat-orang/kelompok orang serupa/seprofesi/sefigur dengan pelaku-kondisi/keadaan yang bisa mengingatkan.
5. Cemas
6. Sulit konsentrasi
7. Gangguan makan (tidak bernafsu makan/bulimia/mual dll)
8. Gangguan tidur (mimpi buruk/insomnia parah)
9. Tidak berfungsi secara sosial (keluarga/pasangan/pekerjaan/pertemanan/dll)
10. Masalah kejiwaan berat (PTSD, bipolar, borderline disorder, schizophrenia dll)
11. Bunuh diri.

* Gejala panjang pasca trauma pada PENYINTAS :
1. Penyangkalan, menyalahkan diri sendiri atas kejadian yang terjadi.
2. Gangguan makan-tidur
3. Trust issue pada siapapun
4. Gangguan fungsi seksual : avoidance to sex, addicted to sex & kemungkinan perubahan orientasi seksual
5. Tidak bisa merasakan emosi/freezing saat mendengar, melihat & mengalami perilaku/peristiwa/kondisi sama atau serupa atau SEBALIKNYA bereaksi berlebihan,
6. Pada kejadian kekerasan seksual masa kanak-kanak pertumbuhan emosi penyintas berhenti saat peristiwa terjadi (cara menanggapi masalah yang menggerakkan emosi akan dilakukan persis seperti saat usia mengalami peristiwa kekerasan seksual),
7. Tidak percaya diri (tapi pada sebagian orang ketidakpercayadriannya diekspresikan sebaliknya
8. Mekanisme melindingi diri baik oleh otak maupun tubuh (otak dengan cara “menguburkan” dalam-dalam, tubuh dengan “vibration alert” atau respon otomatis saat dianggap berada dalam situasi serupa atau yang membahayakan dirinya)
9. Struktur tubuh (relatif),
10. Terkikisnya nilai kemanusiaan



  1. Bagaimana Media Meliput & Melaporkan Korban/Penyintas Kekerasan Seksual


  1. Tidak Dilindunginya Identitas (korban & orang-orang di sekitar korban )

KEJ Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.

Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang
memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.


2. Menyalahkan korban (penampilan, perilaku & kondisi)

Wajah perempuan dalam pemberitaan cenderung meng-gambarkan perempuan sebagai korban, pihak yang lemah, tak berdaya, atau menjadi korban kriminalitas karena sikapnya yang “mengundang” atau memancing terjadinya kriminalitas, atau sebagai obyek seksual

Contoh :

  • OkeZone.com 16 September 2011 : Pemerkosa & Korban Ternyata Saling Kenal (isi X – sumber pendukung)

  • TRIBUNNEWS.com 16 Sept 2011 : Korban Perkosaan Sering Berkomunikasi dengan Pelaku (isi X – minus sumber pendukung)

KEJ Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,
tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas
praduga tak bersalah.

Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran
informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-
masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan
opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.


3. Detail Erotis

Contoh : duplikasi detail erotis ke kolom berita atau pada adegan reka ulang kekerasan seksual.

  • detikpertama.com 7 Sept 2011 : Nafsu Tak Tertahan, Kuli perkosa Pelajar Hingga CD Robek (isi V – konten semi detail – tautan berita adalah hal-hal erotis)

  • adegan reka ulang kejahatan perkosaan di media elektronik (bukan rekonstruksi yang adalah istilah kepolisian, lembaga pengamanan resmi negara)

KEJ Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai
hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat
buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara,
grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara.


4. Dramatisasi Kejadian

Dibanding menggali kisah sukses perjuangan kembali berfungsi secara sosial, wajah perempuan dalam pemberitaan cenderung menggambarkan perempuan sebagai korban, pihak yang lemah, tak berdaya.

Contoh : pengalaman live talk show dengan TV & wawancara 'on the spot' tanpa pertimbangan psikologis nara sumber.




Catatan :

Waspadai stres trauma pada jurnalis peliput kejadian-kejadian traumatis. Seluruh ulasan yang saya sampaikan di atas sangat mungkin juga dialami para jurnalis perempuan yang secara terus menerus meliput peristiwa kekerasan khususnya kekerasan seksual. Secara tidak sadar cara mereka menempatkan korban/penyintas akan menjadi semacam sugesti akibat terus menyerap emosi dan enerji negatif korban/penyintas yang sudut pandang publikasinya sebenarnya mereka bentuk.







12 December 2011

IBU



Kepada Mama, aku telah berani menghadapi kemarahan yang tersimpan begitu lama, ternyata bukan padamu seperti yang kusangka selama ini, tapi pada kondisi dimana perempuan secerdas dirimu diikat rantai budaya masyarakat yang saat itu tak berpihak pada perempuan-perempuan yang bermimpi untuk bisa memilih.
Puisi yang tak pernah aku tulis demi apapun, kini aku tulis demi anak-anakku dan perayaan membongkar rasa tak berIBU selama 33 tahun.



Aku mengenal ibu sebagai pilu,
seperti mata tombak dingin di lambung robek bercucuran darah dan tertinggal di sana untuk berkarat.

Guratan wajahnya tak pernah muda, selalu tua di ingatanku. Demikian dalam guratan-guratannya hingga aku bisa menyusurinya seperti menyusuri gang-gang sempit, gelap, pengap, panjang, berbelok-belok dan menemu henti di bibir neraka. Anak-anakmu mesti beringsut-ingsut perlahan untuk tidak berakhir di sana! Dan akulah yang satu-satunya berlari dengan iman yang polos, iman kanak-kanak kepada ibunya.

Iman yang aku bangun dari detak jantung lembut bersahutan siang dan malam, begitu dekat selama hampir sembilan bulan.
Iman yang aku bangun setiap kali sari makanan datang lewat pertalian hidup antara pusar perutku dan dinding rahimnya.
Iman yang membuat ibuku menjadi satu-satunya TUHAN tanpa buku pujian dan kitab suci.

Iman yang kutinggalkan saat tubuh ringkih kanak-kanakku dikuasai tuhan lain yang mampu membuat ibuku takluk; menyerahkan keilahiannya,
dan jalan panjang sisa hidupku kepada para pencabul (mereka yang menulis sejarah serta ayat-ayat di tubuhku, sebuah kitab baru tentang keniscayaan, bahwa tak ada tuhan selain diriku sendiri).



Jakarta, 12 Desember 2012

Makalah Singkat Seminar Memecah Kesunyian dari Perspektif Media (Lentera Indonesia & BINUS Int'l 23 Okt 2011)









"KEKERASAN SEKSUAL" LEWAT MEDIA MASSA 
(ditulis 20 Oktober 2011)





A. Pemberitaan perkosaan/kekerasan/pelecehan seksual :


Kriminalisasi korban
  • Menyalahkan penampilan korban
  • menyalahkan hubungan korban-pelaku
  • menyalahkan perilaku korban
Contoh :

OkeZone.com 16 September 2011 : Pemerkosa & Korban Ternyata Saling Kenal (isi X – sumber pendukung)

TRIBUNNEWS.com 16 Sept 2011 : Korban Perkosaan Sering Berkomunikasi dengan Pelaku (isi X – minus sumber pendukung)


Detail erotis

Mendorong pembaca mencari kenikmatan rekreasi seksual lewat berita perkosaan/kekerasan/pelecehan seksual

contoh :

detikpertama.com 7 Sept 2011 : Nafsu Tak Tertahan, Kuli perkosa Pelajar Hingga CD Robek (isi V – konten semi detail – tautan berita adalah hal-hal erotis)

detikpertama.com 9 Sept 2011 : Pengemudi Ini Kedapatan Ngebut Sambil Meremas Payudara (Sichuan, China - isi X – diklaim sebagai rekayasa digital)


Tempointeraktif.com 26 Sept 2011 : Kedekatan Korban & Pemerkosa Tak Jadi Patokan (isi V + sumber pendukung)

Add caption

B. Ekspose korban/penyintas berlebihan & terbuka saat korban belum benar-benar pulih

  • Menjual kisah sedih/dramatisasi.
  • Pembentukkan imaji korban/penyintas sebagai KORBAN SELAMANYA yang berakibat pada perilaku masyarakat yang melihat korban bagai pemeran sajian DRAMA. Selain itu korban yang dimanjakan oleh respon kasihan yang terus-menerus lalu enggan beranjak dari kondisi sebagai korban (lewat terapi/konsultasi yang intensif dll), terperangkap dalam kondisi fungsi sosial yang tidak normal yang sebenarnya dikondisikan oleh lingkungan sekitar bukan seluruhnya oleh trauma yang dibawanya (meski pada sebagian korban akan terlihat/memperlihatkan dirinya baik-baik saja).


C. Solusi
  • Mengajak masyarakat berhati-hati menerima & menyaring tulisan/berita/tayangan yang dibaca/didengar/ditonton, khususnya media yang mudah diakses anak-anak.
  • Pelatihan untuk pelaku media secara terus-menerus
  • Pengawasan/kontrol dari msyarakat & pihak-pihak terkait  seperti KPI, Dewan Pers, AJI, PWI dll.



    Sumber-sumber media :
    - OkeZone.com, TRIBUNNEWS.com, detik.com, Tempointeraktif.com.


    Para Panelis di Seminar Breaking The Silence
    Peserta seminar sangat antusias