05 March 2009

Abdul Hadi, Monumen Kesekian Kali

Lima hari lalu ke-38 pimpinan partai mendeklarasikan gerakan anti korupsi bersama-sama KPK. Sementara beberapa hari belakangan ini kita disuguhi berita tertangkapnya Abdul Hadi, anggota dewan perwakilan rakyat "terhormat" dari Partai Amanat Nasional (PAN) dalam kasus korupsi dengan nilai yang aduhai. Banyak pengamat menilai bahwa kecenderungan DPR menjadi lembaga terkorup adalah akibat wewenang berlebih yang dimiliki DPR yang kini juga bisa ikut campur tangan dalam penentuan keputusan terhadap proyek-proyek strategis beranggaran fantastis. Wajah lembaga DPR sebagai lembaga wakil rakyat kini benar-benar tercoreng dan dan ternista oleh anggota-anggotanya yang menurut hemat saya adalah kader-kader partai yang telah gagal menjadi kader yang baik, bersih dan berintegritas, atau sebaliknya. Partai yang telah gagal mendidik asuhannya menjadi kader partai yang mampu dan mau membawa nama baik partai yang selalu katanya lahir dari kebutuhan rakyat.

Rakyat, rakyat yang mana ?

Rakyat letih ditunggangi kehormatan dan haknya oleh pencuri-pencuri yang terlanjur duduk di kursi anggota DPR. Rakyat lelah diperkosa dan dianiaya suaranya oleh calon-calon legislatif yang kini sibuk les vokal demi bernyanyi merdu di pentas-pentas kampanye, lalu setelah terpilih, lebih memilih mencuri dari rakyat dan memperkaya diri dan memiskinkan kepercayaan rakyat.

Kenyataan-kenyataan menyakitkan tentang bobroknya lembaga yang seharusnya menjadi corong suara rakyat ini tentu membunuh keyakinan banyak pihak, terutama calon pemilih tanggal 9 April nanti. Akan semakin banyak golongan abu-abu yang enggan menggunakan haknya sebagai pemilih (saya enggan menyebut golongan putih karena putih saya anggap simbolisasi kesucian dan golput bukan pilihan suci meskipun juga tidak salah).

Lagi-lagi ini juga soal penegakan hukum yang lemah dan tidak menimbulkan efek jera. Penjara hanya akan memenjarakan fisik para koruptor, halo..halo...bagaimana dengan mental yang terlanjur rusak ? 

Jadi, alih-alih menumpuk luka rakyat yang akhirnya menjadi manifestasi ketidakpercayaan yang sangat dalam dan melahirkan golongan-golongan abu-abu baru dalam jumlah yang lebih besar, kenapa tidak melahirkan produk hukum baru yang lebih tegas seperti hukuman mati misalnya. Karena sekali lagi, memenjara fisik tidak akan menurunkan minat para koruptor untuk berhenti berkarya, bahkan dengan cara yang lebih kreatif dan inovatif, sendiri-sendiri atau berjamaah.
Mata rantai kerusakan ini benar-benar harus diputus dengan segera dan dengan kampak hukum yang lebih besar dan tajam.

Sungguh, tulisan ini bukan untuk mendorong setiap kita menjadi bagian dari golongan abu-abu, karena saya masih percaya pada proses demokrasi bernama pemilu, percaya masih ada kader-kader bangsa berniat mulia, yang benar-benar punya tujuan memenangkan kepentingan rakyat bukan pribadi atau golongan, bukan berniat mencuri dari setiap rupiah pajak yang susah payah rakyat bayarkan bahkan sebelum menikmatinya untuk kepentingannya sendiri (fasilitas umum yang bersih dan cukup atau pendidikan yang merata dengan kwalitas prima misalnya).

Yah, cukup melukai memang ketika lagi-lagi tertikam monumen bobroknya moral anggota dewan terhormat. Tapi sikapilah kenyataan ini dengan sikap mental lebih baik, bekerja dan berbuatlah lebih giat bagi bangsa dengan semangat melahirkan perubahan ke arah yang lebih baik karena setiap kita punya tanggung jawab untuk itu. Tanggung jawab anak bangsa yang tidak boleh terbunuh segelintir orang yang rasa malu dan integritasnya telah hanyut terbawa arus kuat kezaliman dan kemelaratan moral. Jangan, jangan terbunuh sisi-sisi baik kita oleh mereka. Hidupkan dan terus ikat kuat semangat menjadikan bangsa ini menjadi bangsa besar dan terhormat, jangan lupa topang juga dengan doa, agar Tuhan juga jadi bagian penting bagi proses pemulihan bangsa.

Saya percaya dan akan terus begitu. Tuhan memberkati !

No comments:

Post a Comment