13 January 2012

Materi Diskusi "Etika Perlindungan Privasi Dalam Peliputan Kasus Kekerasan Seksual" - Biro Perempuan AJI & Komnas Perempuan



  1. Kekerasan Seksual
  2. Meliput & Menayangkan Tentang Penyintas

I. Kekerasan Seksual

Beda korban & penyintas : KORBAN obyek kejahatan yang masih berada dalam kondisi pasca trauma dan tidak/belum berfungsi secara sosial (belajar, bekerja, hubungan sosial, hubungan emosi dll), sedangkan PENYINTAS adalah korban kejahatan yang sudah melewati masa-masa teberat setelah kejadian, berfungsi secara sosial & berusaha berfungsi secara emosi.


Kekerasan seksual : Seluruh tindakan pendekatan dan penyerangan dengan menggunakan seks sebagai alat/senjata, yang menimbulkan rasa tidak nyaman, terancam, trauma, kerusakan fisik jangka pendek/panjang & kerusakan psikis jangka panjang.


Efek kekerasan seksual pada korban :
  1. Syok
  2. Kedinginan
  3. Perasaan ingin pingsan
  4. Kebingungan mental
  5. Disorientasi (tokoh, peran, waktu & tempat)
  6. Gemetaran
  7. Mual
  8. Muntah-muntah

Gejala fisik trauma kekerasan seksual :
  1. Masalah ginekologi
  2. Pendarahan atau infeksi
  3. Rasa sakit di seluruh tubuh
  4. Memar/luka gores/luka yang lebih dalam
  5. Mual dan muntah-muntah
  6. Iritasi tenggorokan (menyebabkab tercekat)
  7. sakit kepala karena meningginya tekanan darah
  8. Rasa sakit di punggung bagian bawah dan/atau perut
  9. Gangguan tidur
  10. Gangguan makan

Penyimpangan kebiasaan akibat trauma kekerasan seksual :
  1. Menangis lebih sering dari biasanya
  2. Kesulitan konsentrasi
  3. Kurang bisa mengatur pola istirahat
  4. Kurang bisa menikmati waktu santai
  5. Selalu waspada danberjaga-jaga
  6. Gangguan kemampuan bersosialisasi ATAU bersosialisasi berlebihan
  7. Tidak suka ditinggalkan sendirian
  8. Gagap atau terbata-bata lebih dari biasanya (akibat tercekat)
  9. Menghindari hal-hal yang akan mengingatkan pada kejadian kekerasan seksual yang dialami
  10. Mudah takut dan terkejut
  11. Cepat kesal untuk hal sederhana
  12. Kehilangan ketertarikan pada hal-hal yang bagi orang lain menarik
  13. Selalau bermasalah pada hubungan/relasi yang melibatkan emosi
  14. Mudah kecewa
  15. Lebih sering menarik diri dalam kondisi tertentu
  16. Mengonsumsi alkohol/rokok/obat-obatan (atau meningkat bila sebelumnya sudah mengosumsi)
  17. Lebih sering mencuci tangan dan/atau mandi
  18. Penyangkalan bahwa kekerasan seksual yang dialami tidak pernah terjadi

Gejala psikis trauma kekerasan seksual :
  1. Gangguan pikiran dan kekesalan
  2. Merasa kotor
  3. Ingatan berulang
  4. Mimpi buruk
  5. kesal pada hal-hal yang mengingatkan pada kejadian
  6. Fobia dan/atau trauma fobia
  7. Amnesia sementara
  8. Kebas atau rasa kehilangan emosi
  9. Bingung harus merasakan apa
  10. Merasa akan mati lebih cepat
  11. Depresi dan kesedihan
  12. Ingin bunuh diri
  13. Gusar dan kemarahan
  14. Lebih takut dan cemas berlebihan
  15. Malu dan terhina
  16. Merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri
  17. Merasa bertanggung jawab atas kejadian
  18. Merasa berbeda dan berjarak dengan orang lain
  19. Merasa tak tertolong dan tak berdaya
  20. Kehilangan penghormatan pada diri sendiri
  21. Kehilangan percaya diri
  22. Merasa selalu lebih kurang dari yang lain dan tak berharga
  23. Pada kekerasan seksual masa kanak-kanak, perkembangan emosi penyintas akan berhenti di usia pertama kali penyintas mengalami kejadian/serangan pertamanya
  24. Tidak lupa tapi selalu menemukan cara menghadapi/menghindari kenyataan (otak & otot)
  25. Merasa konseling/terapi belum tentu menolong
  26. Ragu dan takut menceritakan kejadian
  27. Kalau pun berani bercerita, di awal-awal, penyintas akan mengingat dan merasakan hal yang persis sama dan kembali menggerakkan gejala-gejala awal, tapi dengan lebih seringnya penyintas mengungkap dan menerima keadaan diri, pemulihan akan terjadi secara perlahan-lahan
(lebih pada fisik)
  1. Migren
  2. Bulimia dan/atau anoreksia
  3. Ketidakmampuan untuk mempercayai
(lebih pada gangguan emosi)
  1. perfeksionis
  2. Menghindari ikatan/keintiman emosi
  3. Tidak mempercayai intuisi diri
  4. Belajar mengadaptasi kejadian sesungguhnya menjadi seolah-olah itu imajinasi (penyangkalan)
  5. Bisa saja membela pelaku
  6. Problem mengasuh anak
  7. Khawatir berlebihan
  8. Kebingungan berhubungan seks, apakah karena dorongan nafsu atau cinta
  9. Kebingungan berhubungan seks, antara mengontrol dan menguasai




III. Bagaimana Media Meliput & Melaporkan Korban/Penyintas Kekerasan Seksual


1. Identitas (korban & orang-orang di sekitar korban)

Pasal 5 KEJ
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.

Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang
memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.


2. Menyalahkan korban (penampilan, perilaku & kondisi)

Contoh :

  • OkeZone.com 16 September 2011 : Pemerkosa & Korban Ternyata Saling Kenal (isi X – sumber pendukung)

  • TRIBUNNEWS.com 16 Sept 2011 : Korban Perkosaan Sering Berkomunikasi dengan Pelaku (isi X – minus sumber pendukung)

Pasal 3 KEJ
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,
tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas
praduga tak bersalah.

Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran
informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-
masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan
opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.


3. Detail Erotis

Contoh : duplikasi detail erotis ke kolom berita atau pada adegan reka ulang kekerasan seksual.

  • detikpertama.com 7 Sept 2011 : Nafsu Tak Tertahan, Kuli perkosa Pelajar Hingga CD Robek (isi V – konten semi detail – tautan berita adalah hal-hal erotis)

  • adegan reka ulang kejahatan perkosaan di media elektronik (bukan rekonstruksi yang adalah istilah kepolisian, lembaga pengamanan resmi negara)

Pasal 4 KEJ
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai
hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat
buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara,
grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu
pengambilan gambar dan suara.


4. Dramatisasi Kejadian

Dibanding menggali kisah sukses perjuangan kembali berfungsi secara sosial, wajah perempuan dalam pemberitaan cenderung menggambarkan perempuan sebagai korban, pihak yang lemah, tak berdaya.

Contoh : pengalaman live talk show dengan TV & wawancara 'on the spot' tanpa pertimbangan psikologis nara sumber.


Catatan :

Waspadai stres trauma pada jurnalis peliput kejadian-kejadian traumatis. Seluruh ulasan yang saya sampaikan di atas sangat mungkin juga dialami para jurnalis perempuan yang secara terus menerus meliput peristiwa kekerasan khususnya kekerasan seksual. Secara tidak sadar cara mereka menempatkan korban/penyintas akan menjadi semacam sugesti akibat terus menyerap emosi dan enerji negatif korban/penyintas yang sudut pandang publikasinya sebenarnya mereka bentuk.



*******


Bahan-bahan : Pribadi, Dewan Pers dan dr. Veronica Salter



No comments:

Post a Comment