23 January 2012

Catatan Sederhana Tentang Jurnalisme dengan Perspektif Gender


Bahasa Media Tentang Perempuan & oleh Perempuan



Saat menyampaikan fakta ke publik, media dapat dipengaruhi oleh ideologi yang membangun konstruksi tentang perempuan secara tidak adil. Penggunaan bahasa yang melemahkan juga yang berlebihan dapat memojokkan posisi perempuan ke sudut-sudut stigma dan konstruksi masyarakat yang muram bahkan suram. Bahasa yang dipakai dalam pemberitaan media massa dapat dijadikan parameter kuatnya sikap dan pemikiran masyarakat terhadap perempuan dengan sudut pandang yang sama sekali tidak menempatkan perempuan sebagai warga negara dengan hak dan kewajiban yang setara.

Dalam peliputan peristiwa atau berita kekerasan, selama ini yang dijadikan patokan adalah kinerja yang sarat nuansa patriaki, yang di dalamnya memadukan daya pikir, kepribadian, kekuatan fisik maupun gaya hidup rekan kerja laki-laki sebagai patokan hasil akhir yang maksimal dan "berani".
Kemudian dalam kapasitas dan posisi yang sama, perempuan lalu menjiplak “cara kerja nuansa patriaki” ini menjadi standar kerja peliputan. Hal ini lalu menjadi memrihatinkan saat tenaga kerja perempuan dinilai kurang maksimal dalam melakukan tugasnya dibandingkan dengan laki-laki bila standarisasi “ptriaki” ini tak diberlakaukan sebagai standar yang disepakati bersama; tidak lagi berpegang pada parameter formal kode etik jurnalistik yang sebenarnya saya nilai sudah cukup sensitif gender.
Akibatnya, hasil kerja jurnalis perempuan, baik apresiasi kerja jurnalis perempuan itu sendiri maupun berita dan tayangan yang dihasilkan kurang memenuhi harapan dan perjuangan MENGHASILKAN JURNALISME BERPERSPEKTIF GENDER. Hasil akhirnya justru lebih sering dan cenderung mengukuhkan posisi perempuan dalam stereotipe tertentu.


INGAT, media massa sebenarnya dapat menjadi sarana untuk mengangkat posisi perempuan, karena daya pengaruhnya yang sangat luas. Pengaruhnya harus dimanfaatkan maksimal untuk kebaikan bersama, untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa, dan perempuan adalah tiang penting bangsa yang imajinya bisa cemerlang atau tersungkur lewat penggambaran media.

Pada akhirnya memang dibutuhkan kerja sama kolektif dari seluruh elemen masyarakat, tentu dengan kompetensinya masing-masing untuk menciptakan jurnalisme berpersektif gender yang memenuhi rasa keadilan bagi semua. 
Mari kita kembalikan media menjadi bentuk sarana edukasi yang mencerahkan.



(Helga Worotitjan, 02 Des 2011)



*******

No comments:

Post a Comment