07 September 2011

TAKUT

(pukul 9.30 wib)

Beberapa saat lagi saya akan bergabung bersama beberapa kawan memenuhi undangan wawancara sebuah radio nasional. Saya hadir sebagai salah satu penyintas kekerasan seksual masa kanak-kanak. Konfirmasi kesediaan saya sudah saya sampaikan beberapa hari lalu.

Belakangan, selama 3 hari belakangan ini saya disergap gelisah yang tak jelas asalnya. Saya sulit makan dan tak dapat tidur sama sekali. Jantung saya terus berdebar kencang seperti derap lari gerombolan kuda. Langit pagi dan senja di mata saya terus berganti-ganti warna dengan hujan kelopak-kelopak berbagai bunga. Malam hari nafas saya terus sesak hingga menjelang pagi.

Konyol sekali ketika saya sadar ini adalah reaksi kecemasan. Tidak sekadar cemas, tapi takut. Ya, saya takut.

Saya takut menangis dan terdengar cengeng saat memaparkan ulang petikan sejarah kanak-kanak yang selama ini saya simpan bersama seluruh perjalanan hidup. Menuturkan secara verbal tentu akan sangat berbeda dengan menuliskannya dan wawancara nanti bukan bincang berasama di grup kecil seperti biasanya. Bukan curhat tertutup dengan orang terdekat. Saya sadar ini akan didengar oleh banyak orang.


(pukul 14.04 wib)

Ya, saya memang takut. Tapi dengan menyadari bahwa saya takut maka “asli' saya keluar : SELALU MELAWAN. Makin besar rasa takut menekan, makin keras saya melawannya. Sama seperti saya telah melawan banyak hal yang membuat saya tiba di titik sekarang ini.

Takut pernah gagal membunuh saya dan membuat saya lebih kuat. Saya tak malu mengakui bahwa saya takut, karena sebagian besar keberanian saya dimulai dari rasa takut.

3 comments:

  1. takut, sebuah perasaan di dalam hati...
    bukankah itu wajar?

    ReplyDelete
  2. Rasa takut datang untuk mengingatkan bahwa keberanian itu ada. Tuhan menganugerahi rasa takut karena Ia menyangi kita, sebagai makhluknya yang paling mulia :)

    *macam pujangga aja, saya*

    ReplyDelete