11 November 2009

Perempuan Sofie


Sofie tak merasa dirinya janda meski ini kedua kalinya ia menjanda.
Bagi Sofie, ia perempuan, hanya itu.


Pagi ini Sofie merasa indah. Mendung abu-abu gelap yang bergayut berat rupanya punya keindahan tersendiri bagi Sofie, mungkin juga bagi semua orang di setengah Jakarta Timur mengingat hujan sudah mengakrabi sebagian besar Jakarta, sementara kata Ipah tukang cucinya, daerah tempat tinggalnya dipawangi agar proyek Banjir Kanal Timur yang tak jauh dari perumahannya tak terganggu hujan dan bisa selesai tepat waktu tahun 2014. Masih 5 tahun lagi, padahal di saat panas dan kering, debu dari mega proyek ini sungguh mengganggu dan menimbulkan kerepotan karena membuat rumah warga beserta isinya begitu cepat berdebu, belum lagi penyakit saluran pernafasan yang ditimbulkannya. Hal penting seperti ini luput dipikirkan oleh para perencana dan pelaksana proyek.

Sofie segera mengusir topik tak menyenangkan itu dari kepalanya. Ia tak mau mengotori keindahan pagi yang mendung itu dengan pikiran yang tak perlu. Ia baru saja melepas si sulung pergi sekolah dan kini baru pukul 6 lewat beberapa menit. Sofie memutuskan segera mengakhiri ritual menikmati mendung yang nampaknya mengandung butir-butir hujan siap tumpah setelah beberapa tetangganya mulai ramai beraktifitas di halaman dan di jalan. Ia tak suka berbasa-basi, sangat tak suka. Bukan tak beretika, tapi Sofie selalu merasa punya masalah memulai pembicaraan karena Sofie bukan pembuka percakapan yang baik. Ciri khas yang dikenal baik orang-orang di sekitarnya hanya senyum dan anggukannya.
Tapi jangan salah, bila Sofie berada di tengah kawan-kawan akrabnya, ia berisik sekali. Lelucuan tak berhenti meluncur, tawa tak pernah lepas sampai pertemuan berakhir dan ia kembali menepi ke dunianya yang ia sunyikan. Ya, Sofie yang selalu menikmati dunia sunyi, yang hanya ia dan sunyi itu sendiri.

Lagu Everything dari Cindy Cruse Ratcliff mengalun hanya pada bait refrain dari telepon genggamnya, tanda sebuah pesan masuk.

Tom : Morning Princess……it’s my time to go sleep, I believe You just began to sleep too, right?

Tom tahu betul kebiasaan Sofie yang kembali tidur setelah melepas anak-anaknya pergi ke sekolah. Ini karena Sofie memang punya pola tidur terbalik dari orang kebanyakan, sedangkan Tom yang tertinggal 4 jam memang terbiasa tidur sekitar pukul 2 setiap hari.

Sofie tersenyum. “Sleep tight……..dream of me, I miss You”, demikian bunyi balasannya.

Sebuah panggilan tak terjawab sekali dering. Itu tanda pengganti untuk kata-kata : “me too”. Senyum Sofie mengembang lagi, terlebih hatinya. Ia tak pernah merasa harus berbunga-bunga, hanya merasa hangat. Mengetahui seseorang beribu-ribu mil darinya tetap menyimpan hatinya untuk Sofie sudah lebih dari cukup.

Tom Samuel pria kelahiran Kerala, India Selatan, yang bekerja dan bermukim di Dubai 2 tahun ini tak pernah ingin dihapuskannya. Tom ada di hatinya, di tempat tersembunyi yang tak pernah bisa ditembus oleh lelaki manapun. Di tempat dimana Sofie tak merasa harus terbayar oleh apapun termasuk cinta. Ia dan Tom saling memiliki hati dengan cara yang luar biasa. Tak pernah terbersit oleh keduanya untuk saling menguasai perasaan yang lainnya. Mereka benar-benar tulus saling membebaskan. Tom yang lebih muda 11 tahun darinya boleh sewaktu-waktu pergi dengan perempuan manapun yang menarik hatinya. Dan Tom juga selalu berbesar hati ketika tiba-tiba Sofie dalam waktu yang panjang tak mengontaknya. Itu berarti sofie sedang bersama seseorang. Seseorang atau siapapun yang ternyata tak akan pernah menyentuh tempat yang secara tak sengaja telah diduduki Tom……


-------------------------------------------

12 September 2007

(ruang chatting yahoo messenger)

Tom : May I call You Princess ?
Sofie : Why ?
Tom : ‘Coz You’re Princess of my heart
Sofie : (rolling on floor laughing)
Tom : Oowh…come on, I’m serious……
Sofie : Just like me Tom, do not make any weird called like that
Tom : Look, I don’t care whether You like it or not, I call You Princess…….and this is the only thing I don’t want to care……’coz having You in my heart makes me care everything about You and It shall stay forever, I promise You……..and one thing You have to know, You don’t have to believe me. I really just want You to know this.


--------------------------------------

Vivi ngambek. Sofie tak bergeming. Ia tak pernah akan memenuhi seluruh permintaan si sulung yang sedang beranjak remaja itu. Di usia Vivi yang 11 tahun, segala sesuatu terasa lebih sulit bagi Sofie tapi ia menikmatinya, menikmati menelusur perkembangan kedua putrinya, Vivid dan Syaza dengan takjub dan kagum. Dua jantung hati dengan beda umur cukup jauh, 6 tahun dan lahir dari dua laki-laki berbeda yang pernah menjadi suaminya. Bagi Sofie, tak penting perceraian-perceraiannya karena dari kedua pernikahannya lahir 2 anugerah yang selalu menjadi penopang tungkai jiwanya yang patah berkali-kali. Ia hidup untuk mereka!

“Ma, kan gak mahal…!” Vivi terus membujuknya.

Memenuhi permintaan Vivi untuk membelikannya telepon genggam baru sungguh sebuah permintaan mewah. Pendapatannya yang hanya bergantung dari menyewakan Kijang Krista pada sebuah perusahaan tambang batu bara di Kalimantan Timur yang juga harus dipotong biaya perawatan kendaraan yang menjadi tanggung jawab pemilik kendaraan dan lain-lain serta sedikit honor dari kesenangannya menulis tentu membuat membeli sebuah telepon genggam produksi China terbaru seharga 1 juta rupiah bermodel Blackberry terasa begitu mewah.

“Gak bisa Kaaaak…….mama ada duit, tapi tidak untuk beli hape baru, kan kamu masih punya yang bagus!” tegasku.

“Ah mama ah!”
“Mama kenapa?”
“Pelit!”
“gak pelit Kak….” Aku menurunkan nada suaraku, “Kita nabung aja sama-sama deh…..bbeli celengan dan kita nyisihin uang jajan kita untuk itu……gimana Kak?”

Vivi memandangku sebal. “Pake batas waktu ya! Dua bulan gitu….” burunya, “ Kalo udah dua bulan gak cukup, mama yang nambahin….”

Sofie merasa ide Vivi cukup adil, “Tapi kamu nabungnya yang bener….entar mentang-mentang kamu tahu mama mau nambahin sisanya kamu jadi ogah-ogahan nabungnya….”

“Nggak Maaaa…!”

Dan Sofie tahu, Vivi tidak akan mengingkari apa yang dikatakannya. Ia lalu menggelitiki Vivi sampai Vivi berteriak minta ampun dan suaranya memekakkan telinga. Itu tanda sebuah perdebatan antara ibu dan anak usai. Syaza yang sedari mula tak memperdulikan Sofie dan Vivi karena sedang menikmati kartun kesayangannya tergoda ikut-ikut menggelitiki kakaknya. Jadilah pergulatan dua lawan satu yang sangat seru. Semua berakhir dengan tawa terbahak-bahak bercampur kelelahan. Keindahan yang selalu membuat Sofie bahagia.

“Ma, telpon mama nyanyi tuh dari tadi!” Syaza menarik kaosku.

“Tolong ambilin Dek” kataku malas.

Syaza meraih telepon genggamku yang kebetulan berada di dekatnya. Di layarnya nama Eva, seorang pengelola sebuah penerbitan on line menari-nari.

“Iya Mbak…..” kebiasaanku mengawali telepon masuk dengan “iya”.
“Sofie ya?”
“Iya Mbak Eva, aku udah nyimpen nomor Mbak kok sejak dikasih semalem”
“Oh iya ya, tengkyu loh……mau ngomongin yang tempo hari, tentang tawarannya Ari, Arinya Gugus Depan Film…….ternyata Ari itu serius loh Fi….”
“Yang mau dia beli apa Mbaaak……kan itu kumpulan puisi dan sedikit kesaksian aja”
“Ya kisah dibalik penulisan puisi-puisi itu Fi!”
“Hah! Beneran?”
“Iya!”
“Haduh, jadi malu aku Mbak…….kok yo cerita hidupku yang berantakan itu jadi pilem”
“Yo ndak apap-apa toh…….kan ndak mesti orang tahu siapa yang punya cerita aslinya”
“Begitu?”
“Iya! Pikirin kompensasinya loh Fi…..lumayan banget buat tabungan sekolah anak-anakmu kelak”
“Iya ya Mbak…….aduh mau nangis rasanya……..kok ya dari nulis akhirnya aku punya duit segitu ya ndak pernah aku bayangin…….”
“Ikut senang ya Fi…..nanti urusannya biar di kantorku aja. Jangan lupa traktir-traktir yah, hehe…..!”
“Loh, jangankan traktir Mbak……..I decided to share twenty percents to You Mbak”
“Loh, ndak ada begitu-begitu ah Fi, aku beneran njebatanin aja”
“Nggak Mbak, from now on, You are my business manager. And my business manager takes twenty percents from my every writing that You promoted and becomes money”
“Jangan becanda ah!”
“Bener Mbak, aku serius, sangat serius!”
“Kalo begitu aku aja yang traktir bagemana? Kalo nggak, aku ndak bersedia”
“Deal!”

Begitulah, dan hari-hari Sofie lalu kemudian penuh dengan kegiatan berkaitan dengan buku perdananya itu. Bukan benar-benar perdana karena sebelumnya ia juga ikut di beberapa bunga rampai puisi dengan penyair-penyair lain. Ada sekitar tiga buku sebelum ia lalu memutuskan mengeluarkan buku kumpulan puisi-puisinya yang dirangkainya dengan kesaksian dibalik penulisan puisi-puisi itu. Sebuah kesaksian yang bagi Sofie sangat penting. Bahwa menulis puisi telah ikut menjadi pemulih luar biasa bagi hidupnya yang pernah compang camping akibat traumatik sejak masa kanak-kanak. Masa kanak-kanaknya yang penuh pengalaman kekerasan. Kekerasan yang diakrabinya sejak orang tua Sofie memutuskan untuk menitipkannya pada sanga nenek. Nenek yang sangat memanjakannya tapi juga tega menjadikannya pelampiasan temperamennya yang parah. Lalu beranjak dewasa dengan paras sangat menggoda juga menimbulkan siksaan tersendiri bagi Sofia Agustine Perdhana. Ia tak banyak menemui laki-laki tulus dalam hidupnya. Kecerdasannya tak pernah menarik hati laki-laki. Mereka hanya melulu berharap bisa menjamah Sofie yang molek. Dengan siapapun Sofie membangun hubungan romantisme, ia selalu menjadi obyek ketamakan naluri maskulin yang selalu ingin berkuasa dan memenangkan tubuh perempuan. Jadilah Sofie melewati masa-masa berangkat menuju dewasanya dengan berbagai pelecehan. Pelecehan fisik dan pelecehan hati.
Luka Sofie tak juga berhenti di sana. Kedua pernikahannya yang gagal membuat Sofie pernah hancur dan mendebu.
Memunguti hati dan jiwanya yang berserakan tak tentu adalah perjuangan terbesar dalam hidup Sofie. Merekatkannya kembali dalam sebuah Sofie yang baru adalah perjuangannya yang lain. Hingga ia menemukan terapi hebat yang benar-benar ampuh selain terapi medis oleh psikiaternya yang cantik. Ia menemukan keutuhan dirinya ketika berada dalam puisi. Menulis puisi bagi Sofie seperti berenang dalam danau bening hangat yang membersihkan, menyegarkan dan memuaskannya. Kenikmatan menumpahkan kata-kata pada puisi menurutnya melebihi kenikmatan makan coklat susu batangan dengan potongan kacang almond atau bercinta dengan klimaks berkali-kali. Tapi kadang Sofie geli bila harus mengandaikan kenikmatan dan kepuasan menulis puisi seperti kepuasan setelah melakukan aktifitas seks. Ia merasa naïf. Hanya saja memang menulis puisi berjejak nyata, sedang seks tidak. Apalagi dengan buku puisi perdananya yang kemudian menginspirasi seorang produser dari perusahaan film besar untuk mengangkat kisah dibalik penulisan puisi-puisi itu, Sofie bisa menghasilkan sejumlah uang yang cukup besar seperti sekarang. Ia tak lagi mengkhawatirkan masa depan putri-putrinya. Tiga perempat dari pendapatannya ia tanamkan ke asuransi pendidikan sekali bayar untuk kedua putrinya di sebuah jasa asuransi perbankan pada bank BUMN dengan aset terbesar di negeri ini. Bank tempat Sofie pernah bekerja bertahun-tahun sebelum ia memutuskan untuk mengundurkan diri, memilih mengurus kedua jantung hatinya dan menekuni dunia menulis, dunia tempatnya berhutang budi besar.


----------------------------------------

pentingkah berusaha percaya
ketika seorang laki-laki memintaku untuk tak perlu percaya
pentingkah mencintai
ketika seorang lai-laki tidak merasa harus kucintai

yang paling penting ujarnya : kau......



Anak-anak sudah tertidur beberapa jam yang lalu, tetapi Sofie tidak. Pandangannya melekat pada tivi tapi pikiran dan hatinya tidak. Ia merasakan Tom. Ia berbahagia. Tom baru saja meminangnya, bukan untuk menikah, tapi meminang Sofie untuk bersedia mencintainya. Tom, pria pertama sejak perceraiannya yang memahami keinginan Sofie untuk hidup dengan tidak menikah lagi tapi juga tak menampik kehadiran seorang laki-laki.

(ruang chatting yahoo messenger)

Tom : I wish You’re here with me…..
Sofie : Which is impossible….haha!
Tom : So I can tell You directly this important message of my heart ;)
Sofie : Ya? Tell me!
Tom : Promise me You won’t have to feel awful if You didn’t answer me……
Sofie : Well….it depends on what You’ll tell me…..
Tom : Owh Baby…….just promise me that and I’ll tell You
Sofie : Hmm..…it seems so big….
Tom : It’s huge…….all of my life are there…..
Sofie : Woooow….!
Tom : Yes it is…..
Sofie : Tell me! You make me can’t hardly wait!
Tom : Wait for minutes Princess……

Tom tak mengirin pesan lagi untuk beberapa lama. Rentang waktu yang cukup panjang. Sofie gundah. Bila yang akan dikatakan Tom adalah menyangkut seluruh hidupnya, ini berarti hal sangat besar. Apapun itu, cukup membuat Sofie benar-benar cemas karena sepanjang yang ia tahu, Ia dan Tom bukan sepasang manusia yang bisa bertemu secara langsung dengan mudah, yang entah kapan bisa. Sofie dengan pendapatannya yang tak memungkinkan untuk melakukan perjalanan ke luar negeri dan Tom yang baru 4 tahun merintis karir dan bekerja di sebuah perusahaan properti, menjadi Group Leader tim Customer Service di departemen pemasaran. Tom juga adalah anak sulung yang adalah tulang punggung keluarga bagi dua adiknya yang masih memerlukan biaya sekolah dan menghidupi kedua orang tuanya yang sudah sangat tua.

Jadi Sofie tahu pasti ini bukan kejutan seperti yang ia dan Tom impi-impikan selama ini, sebuah pertemuan.

Tom : Princess, are You there?
Sofie : Am waiting……..

-----jeda cukup lama yang kembali menyiksa Sofie-----

Tom : Baby……….I purpose You…..
Sofie : Hah! You’re kidding me!
Tom : Listen to me carefully Baby Princess……. I never asked You for anything, specially anything You do not want. I know and really..really understand that You’ve decided so many decisions in Your life that shaped what You are now………………………………. I just purpose You to………..

-----lagi, jeda yang membuat Sofie tak sabar!-----

BUZZ!

Tom : I purpose You to LOVE me…………..

Dan untuk pertama kali dalam hidup Sofie, ia merapal mantera ajaib yang selama ini hanya menjadi kata-kata penghias dan pemanis baginya. Yang selama ini ia hambur-hamburkan tanpa makna. Yang selama ini bagi laki-laki manapun sulit diucapkannya dengan tulus……

Sofie : I love You Tom, sincerely………


Sofie bahagia. Ia merasa benar-benar bisa mencintai dengan semestinya. Ia merasa perempuan.




Jakarta, 11 November 2009

1 comment:

  1. hmm.. sofie.. hmm, anak-anak.. hmm, lelaki dan cinta dan sejarah. hallah apa sih Pyut? (bubu siang aja deh daripada salah komentar)

    ReplyDelete