05 May 2017

Masa Kanak-kanak yang Hilang: Testimoni Lengkap

Saya sangat suka karakter Boo, peran gadis mungil dalam film animasi Monster Inc. Mata besar polos dangan tawa renyah menggemaskan. Berlarian ke sana kemari dengan baju monster yang kebesaran. Lucu sekali. Tapi setiap kali saya membayangkan kegembiraan Boo, setiap kali pula saya merasa pilu, merasa seperti ditarik ke lubang yang dalam, kembali ke puluhan tahun yang lalu saat dimana saya seharusnya menikmati masa kanak-kanak yang gembira bukan secara bergantian mengalami berbagai kekerasan yang yang hanya menyakiti fisik, psikis….juga menyakiti kenangan dan mencuri seluruh masa kanak-kanak yang hanya akan saya lewati sekali.

Dicabuli oleh tetangga sebelah rumah di umur belum genap 5 tahun, tiga tahun setelahnya, secara memalukan dicabuli oleh nenek kandung selama tiga tahun berturut-turut, serta siksaan dan kekerasan fisik hingga menjelang usia remaja. Pengalaman-pengalaman mengerikan ini membawa saya menuju dewasa dengan terseok-seok, kadang merangkak dengan luka dan jiwa berwarna merah darah, yang sewaktu-waktu rentan menjadi obyek kekerasan berikutnya tanpa pernah saya sadari.

Saat kekerasan seksual terjadi pada seorang anak, masa kanak-kanaknya hilang, digantikan sebuah lubang hitam besar yang akan didiaminya hingga dewasa, tempat ia merasa di sanalah ia pantas berada, tempat saya pernah merasa demikian, hingga hampir seumur hidup membiarkan hidup dikuasai orang-orang yang hanya ingin mengambil keuntungan dari kerentanan saya. Bila ini menimbulkan pertanyaan di benak Anda….. Ya benar, saya mengalami banyak pengalaman seksual yang tidak saya kehendaki bahkan pemerkosaan kembali saat berumur 24 tahun oleh seorang penyanyi terkenal gaek yang konsernya sedang saya ikut garap bersama-sama dengan biro pemuda sebuah organisasi persekutuan gereja nasional. Sekali lagi, saya dilemparkan ke lubang gelap itu lebih dalam.


Pict from: http://th07.deviantart.net/fs70/PRE/i/2011/335/e/b/sad_little_girl_by_aithneart-d4hutyn.jpg


Saya mengalami trauma kekerasan berlapis yang tak pernah ditangani hingga saya berusia sekitar 33 tahun, di tahun 2006. Saat itu saya sedang menghadapi perpisahan karena pasangan yang tak setia dan selalu membohongi saya seumur pernikahan kami. Itu pun saya mulai bukan berangkat dari memahami trauma yang saya bawa melainkan mengobati efek trauma yang ada dan kritikal, yang membuat kepribadian saya bipolar dan membahayakan diri saya karena terus berpikir saya ini tak berguna, tak layak untuk meneruskan hidup yang sangat kejam dan lebih baik mati saja. Sayangnya terapi yang dilakukan di sebuah rumah sakit di kota Bontang saat itu diwarnai nuansa mal-praktek mengingat ada pemberian obat-obat psikiatri berbahaya yang tak melalui konsultasi langsung dengan saya tapi melalui pasangan saya yang tentu memberi keterangan tak akurat untuk menutupi perseligkuhannya saat itu. Akibat obat-pbatan itu saya terus berada dalam kondisi setengah sadar, malah memperburuk efek trauma yang ada.

Pindah berobat ke Jakarta, membuat saya jauh lebih pulih dan mulai memikirkan langkah hidup selanjutnya dengan lebih baik dan jernih. Meski harus memulai semuanya dalam keadaan sangat memprihatinkan, saat dimana saya tak mampu menyekolahkan anak dan sempat mengalami makan satu bungkus mie instan dengan nasi bertiga dengan anak-anak saya. Namun demikian, saya merasa merdeka dan terbebas dari marabahaya dan berbagai tekanan. Proses belajar sesungguhnya saya mulai dari titik itu. Saya belajar lebih banyak tentang isu kekerasan seksual dan isu lain yang berkaitan dengan giat. Mempelajari bagaimana trauma timbul, efek-efek dan berbagai kemungkinan terapi yang tepat. Bergabung dengan grup dukungan dan memecah kebisuan atas kisah yang selama ini saya simpan rapat-rapat untuk sebuah perjuangan yang akan saya terus lakukan hingga nanti. Bergiat dan bekerja keras demi sebuah mimpi, jangan ada lagi anak-anak yang kehilangan masa kecilnya dan harus tinggal dalam lubang lara seumur hidup mereka.


Saya tidak akan pernah melupakan apa yang telah terjadi. Kadang, dalam keadaan sangat tertekan dan saat sangat bersedih, efek trauma masih saya alami dan sangat menyiksa. Tapi saya sudah bisa menerima seluruh pengalaman itu sebagai bagian dari hidup saya, tak menyangkalinya, berjuang merebut hidup saya kembali, dan berlatih giat mengontrol efek trauma saat terpapar. Meski demikian saya sadar, saya tak akan pernah bisa mengembalikan masa kanak-kanak yang hilang, dan untuk itu saya masih menitikkan airmata.

5 comments:

  1. ini kisah hidup Anda?
    Anda wanita yang hebat dan kuat..
    Semoga Allah memberkahi Anda..

    Maaf, tapi dibenak saya muncul pertanyaan bagaimana seorang nenek mencabuli cucu perempuannya?
    Namun, pertanyaan ini tidak meminta jawaban.

    ReplyDelete
  2. mbak, be strong :)
    terima kasih untuk pengalaman yang sudah ditulis.
    engkau adalah pribadi yang sangat berharga yang pernah dimiliki keluargamu, negaramu, dan tentu dunia ini. GBU dan selamat berjuang :)

    ReplyDelete
  3. @Febria: ya, ini pengalaman saya sendiri,banyak kejadian perempuan melakukan kekerasan seksual terhadap obyek rentan, saya salah satu korban dg pelaku perempuan juga....terima kasih telah membaca

    @Femi: butuh waktu-terapi-latihan, saya masih banyak belajar bagaimana mengatasi efek2 trauma yg kadang2 muncul saya berada di kondisi sangat tertekan & terus mendalami keilmuan isu ini, terima kasih telah membaca

    ReplyDelete
  4. Thx for the story, so I know what kind of YH

    ReplyDelete