luruh ini luruh bangsa
gelap
lelap
sejenak
air mata di jiwa kami
suara lirih dan perih
kau tinggalkan kami bersama sebuah bayang : keadilan yang mulai tertepi
gus, kau kini senyap
namun kami tak ingin berhenti bergerak
kau telah menanam benih kegigihan dalam kami
Jakarta, 31 Desember 2009
31 December 2009
26 December 2009
Gelisah
aku membaca gelisah di rautnya
raut tak asing
ia yang selalu menumpuk gelisah bagai bukubuku yang hanya terbaca bagian pengantar
gelisahnya jelas berjejak
ia selalu ingin bersamaku yang tak pernah benarbenar ingin bersamanya
raut tak asing
ia yang selalu menumpuk gelisah bagai bukubuku yang hanya terbaca bagian pengantar
gelisahnya jelas berjejak
ia selalu ingin bersamaku yang tak pernah benarbenar ingin bersamanya
17 December 2009
PEREMPUAN PUNYA!
seberapa lama kau tahu bahwa kami punya payudara
bagi perutperut lapar anakanak manusia!
seberapa lama kau tahu kami punya rahim
yang menjadi tumpangan tumbuh bibit manusia!
seberapa lama kau tahu kami punya jalan lahir
yang mesti dibasuh darah agar bumi ini punya manusia!
seberapa lama kau tahu kami ini punya yang kau ingin punya!
maka beberapa penolakan kami kau sebut emansipasi
maka kau atur konstruksi bagi kami yang siap beraksi
maka kau ciptakan peraturanperaturan bagi hasrat rekreasi
dan kau sebut itu keindahan prokreasi
bagi perutperut lapar anakanak manusia!
seberapa lama kau tahu kami punya rahim
yang menjadi tumpangan tumbuh bibit manusia!
seberapa lama kau tahu kami punya jalan lahir
yang mesti dibasuh darah agar bumi ini punya manusia!
seberapa lama kau tahu kami ini punya yang kau ingin punya!
maka beberapa penolakan kami kau sebut emansipasi
maka kau atur konstruksi bagi kami yang siap beraksi
maka kau ciptakan peraturanperaturan bagi hasrat rekreasi
dan kau sebut itu keindahan prokreasi
Subscribe to:
Posts (Atom)