Saya sangat
suka karakter Boo, peran gadis mungil dalam film animasi Monster Inc. Mata
besar polos dangan tawa renyah menggemaskan. Berlarian ke sana kemari dengan
baju monster yang kebesaran. Lucu sekali. Tapi setiap kali saya membayangkan
kegembiraan Boo, setiap kali pula saya merasa pilu, merasa seperti ditarik ke
lubang yang dalam, kembali ke puluhan tahun yang lalu saat dimana saya
seharusnya menikmati masa kanak-kanak yang gembira bukan secara bergantian
mengalami berbagai kekerasan yang yang hanya menyakiti fisik, psikis….juga
menyakiti kenangan dan mencuri seluruh masa kanak-kanak yang
hanya akan saya lewati sekali.
Dicabuli oleh tetangga sebelah rumah di umur belum genap 5 tahun, tiga
tahun setelahnya, secara memalukan dicabuli oleh nenek kandung selama tiga
tahun berturut-turut, serta siksaan dan kekerasan fisik hingga menjelang usia
remaja. Pengalaman-pengalaman mengerikan ini membawa saya menuju dewasa dengan
terseok-seok, kadang merangkak dengan luka dan jiwa berwarna merah darah, yang
sewaktu-waktu rentan menjadi obyek kekerasan berikutnya tanpa pernah saya
sadari.
Saat
kekerasan seksual terjadi pada seorang anak, masa kanak-kanaknya hilang,
digantikan sebuah lubang hitam besar yang akan didiaminya hingga dewasa, tempat
ia merasa di sanalah ia pantas berada, tempat saya pernah merasa demikian,
hingga hampir seumur hidup membiarkan hidup dikuasai orang-orang yang hanya
ingin mengambil keuntungan dari kerentanan saya. Bila ini menimbulkan
pertanyaan di benak Anda….. Ya benar, saya mengalami banyak pengalaman seksual
yang tidak saya kehendaki bahkan pemerkosaan kembali saat berumur 24 tahun oleh seorang penyanyi terkenal gaek yang konsernya sedang saya ikut
garap bersama-sama dengan biro pemuda sebuah organisasi persekutuan gereja
nasional. Sekali lagi, saya dilemparkan ke lubang gelap itu lebih dalam.
Pict from: http://th07.deviantart.net/fs70/PRE/i/2011/335/e/b/sad_little_girl_by_aithneart-d4hutyn.jpg |
Saya
mengalami trauma kekerasan berlapis yang tak pernah ditangani hingga saya
berusia sekitar 33 tahun, di tahun 2006. Saat
itu saya sedang menghadapi perpisahan karena pasangan yang tak setia dan selalu
membohongi saya seumur pernikahan kami. Itu pun saya mulai bukan berangkat dari
memahami trauma yang saya bawa melainkan mengobati efek trauma yang ada dan
kritikal, yang membuat kepribadian saya bipolar dan membahayakan diri saya
karena terus berpikir saya ini tak berguna, tak layak untuk meneruskan hidup
yang sangat kejam dan lebih baik mati saja. Sayangnya terapi yang dilakukan di
sebuah rumah sakit di kota Bontang saat itu diwarnai nuansa mal-praktek mengingat
ada pemberian obat-obat psikiatri berbahaya yang tak melalui konsultasi
langsung dengan saya tapi melalui pasangan saya yang tentu memberi keterangan
tak akurat untuk menutupi perseligkuhannya saat itu. Akibat obat-pbatan itu saya
terus berada dalam kondisi setengah sadar, malah memperburuk efek trauma yang
ada.
Pindah berobat
ke Jakarta, membuat saya jauh lebih pulih dan mulai memikirkan langkah hidup
selanjutnya dengan lebih baik dan jernih. Meski harus memulai semuanya dalam
keadaan sangat memprihatinkan, saat dimana saya tak mampu menyekolahkan anak dan
sempat mengalami makan satu bungkus mie instan dengan nasi bertiga dengan
anak-anak saya. Namun demikian, saya merasa merdeka dan terbebas dari marabahaya dan berbagai tekanan. Proses belajar sesungguhnya saya mulai dari titik itu. Saya belajar
lebih banyak tentang isu kekerasan seksual dan isu lain yang berkaitan dengan
giat. Mempelajari bagaimana trauma timbul, efek-efek dan berbagai kemungkinan
terapi yang tepat. Bergabung dengan grup dukungan dan memecah kebisuan atas
kisah yang selama ini saya simpan rapat-rapat untuk sebuah perjuangan yang akan
saya terus lakukan hingga nanti. Bergiat dan bekerja keras demi sebuah mimpi,
jangan ada lagi anak-anak yang kehilangan masa kecilnya dan harus tinggal dalam
lubang lara seumur hidup mereka.
Saya tidak
akan pernah melupakan apa yang telah terjadi. Kadang, dalam keadaan sangat tertekan
dan saat sangat bersedih, efek trauma masih saya alami dan sangat menyiksa. Tapi
saya sudah bisa menerima seluruh pengalaman itu sebagai bagian dari hidup
saya, tak menyangkalinya, berjuang merebut hidup saya kembali, dan berlatih giat mengontrol efek
trauma saat terpapar. Meski demikian saya sadar, saya tak akan pernah bisa
mengembalikan masa kanak-kanak yang hilang, dan untuk itu saya masih menitikkan
airmata.
ini kisah hidup Anda?
ReplyDeleteAnda wanita yang hebat dan kuat..
Semoga Allah memberkahi Anda..
Maaf, tapi dibenak saya muncul pertanyaan bagaimana seorang nenek mencabuli cucu perempuannya?
Namun, pertanyaan ini tidak meminta jawaban.
mbak, be strong :)
ReplyDeleteterima kasih untuk pengalaman yang sudah ditulis.
engkau adalah pribadi yang sangat berharga yang pernah dimiliki keluargamu, negaramu, dan tentu dunia ini. GBU dan selamat berjuang :)
@Febria: ya, ini pengalaman saya sendiri,banyak kejadian perempuan melakukan kekerasan seksual terhadap obyek rentan, saya salah satu korban dg pelaku perempuan juga....terima kasih telah membaca
ReplyDelete@Femi: butuh waktu-terapi-latihan, saya masih banyak belajar bagaimana mengatasi efek2 trauma yg kadang2 muncul saya berada di kondisi sangat tertekan & terus mendalami keilmuan isu ini, terima kasih telah membaca
Thx for the story, so I know what kind of YH
ReplyDeleteu know YH well?
Delete