luka
laku
luka
laku
luka
laku
luka
laku
luka
laku
luka
aku
Bontang, 16 April 2009
16 April 2009
14 April 2009
Sajak Malam Sebaris Yang Kata-katanya Berceceran di Kamarku
Sewaktu Mata Anak Bungsuku Masih Terentang Lebar-lebar Di Depan TV, Menyimak Kartun Saluran Kabel Yang Tak Berlucu Sama Sekali, Malah Menempelkan Kesal Di Parasku Ketika Kucermati Anakku Tertawa Hingga Matanya Juga Ikut Terbahak-bahak Sementara Waktu Sudah Menunjukkan Pukul Satu Dini Hari Dan Waker-waker Komplek Mulai Memukul Tiang Listrik Depan Rumah Tidak Berkali-kali Lagi
Ini sudah jam kecil Nak !
Bontang, 14 April 2009
Ini sudah jam kecil Nak !
Bontang, 14 April 2009
09 April 2009
catatan hari ini; percayalah, tak ada yang memenangkan pertengkaran ini !
memekakkan telingamu sungguh-sungguh tak melegakanku
hanya toreh dalam baru dalam bejana jeroanku
yang lalu melintasi pembuluh-pembuluh
menuju sakit tengkuk yang tiba-tiba
dan becek tak jelas di jendela mata
dan banjir yang tak dapat mengalir kemanapun
karena tak ada tempat rendah dalam diri kita
kala murka berkuasa jadi raja
dalam dua hati yang kini saling tak mengenal
bontang, 9 april 2009
hanya toreh dalam baru dalam bejana jeroanku
yang lalu melintasi pembuluh-pembuluh
menuju sakit tengkuk yang tiba-tiba
dan becek tak jelas di jendela mata
dan banjir yang tak dapat mengalir kemanapun
karena tak ada tempat rendah dalam diri kita
kala murka berkuasa jadi raja
dalam dua hati yang kini saling tak mengenal
bontang, 9 april 2009
Aku Bangun Sepagi Ini Untuk Membeli Hak Aku Yang Telah Membayar Pajak Selalu Sebelum Membeli Susu Dan Bando Anak-anakku
menyontreng foto kau yang mentereng
di balik kaca mata yang menutupi matamu yang jereng
yang bingung membedakan janji untuk konstituen
dan janji membeli mobil mewah untuk simpanan berdada kecil namun berminta besar
hari pemilu, 09.04.09
di balik kaca mata yang menutupi matamu yang jereng
yang bingung membedakan janji untuk konstituen
dan janji membeli mobil mewah untuk simpanan berdada kecil namun berminta besar
hari pemilu, 09.04.09
07 April 2009
Pada Malam
sebuah hati tua memeluk malam dan berbisik padanya : aku percayakan bintang-bintang menyemutimu karena hanya kau yang selalu setia pada gelap
waktu itu hujan menderas dengan begitu bersemangat, lagi bisiknya : padamu, hujan sederas ini membasahi tidak hanya terasku yang tanpa kirai, juga mataku yang mulai luput mengenali bentuk-bentuk
lalu angin mulai bertiup menarikan dahan-dahan, ia berbisik lagi : mengapa segala hiasan rindu itu hanya ada padamu?
(hati tua itu merunduk dalam-dalam dan tak cukup daya untuk berbisik lagi, ia dengki yang begitu sedih.....)
Bontang, 07 April 2009
waktu itu hujan menderas dengan begitu bersemangat, lagi bisiknya : padamu, hujan sederas ini membasahi tidak hanya terasku yang tanpa kirai, juga mataku yang mulai luput mengenali bentuk-bentuk
lalu angin mulai bertiup menarikan dahan-dahan, ia berbisik lagi : mengapa segala hiasan rindu itu hanya ada padamu?
(hati tua itu merunduk dalam-dalam dan tak cukup daya untuk berbisik lagi, ia dengki yang begitu sedih.....)
Bontang, 07 April 2009
06 April 2009
Helm
capekcapek kutangkupkan kau yang berat karena begitu standarnya kau pada kepalaku
agar bayangbayang jatuh cinta dari mata lakilaki dari masa kecil yang menghujam mataku tidak menguap dari kepalaku
Bontang, 6 April 2009
agar bayangbayang jatuh cinta dari mata lakilaki dari masa kecil yang menghujam mataku tidak menguap dari kepalaku
Bontang, 6 April 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)